Pages

Rabu, 23 Februari 2011

0 Pak Guru

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.

Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi Paa..aak", dan dia membalas sembari tersenyum.
"Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley".
Aku menjawab, "Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak". "Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu".
Aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju.
"OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan"!
Aku dan teman-teman bilang, "Tidak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..".
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
"Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak".
Pak Freddy menjawab, "Ah! Ya, ndak apa-apa".

Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
"Sorry, ya Pak".
Dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
"Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?".
Aku menjawab, "Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak".
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pak baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya".
Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et?".
Aku jawab, "Lumayan, Pak".
Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?".
Langsung kujawab, "Ok-ok aja, Pak.".

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, "Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya".
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, "Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak".
Pak Freddy hanya tersenyum saja, "Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk".
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, "Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?".
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, "Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng".
Lalu aku memancing, "Kok, tadi ada yang begituan".
Dia bertanya lagi, "Yang begituan yang mana".
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, "Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok".
Kemudian dia tertawa, "Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa".

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, "Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk".
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, "Betul kamu tidak malu?", aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, "Sakit, Et". Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah", aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh".

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
"Enak, Et?"
"Lumayan, Pak".
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
"Boleh saya seperti ini, Et?".
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, "Tahan sakitnya, ya, Et". Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, "Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, "Hah, hah, hah,..". Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.

Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, "Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya".
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, "tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini".
Dia berkata lagi, "Sama, saya juga".
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, "Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?".
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.

TAMAT

0 Pak Guru

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.

Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi Paa..aak", dan dia membalas sembari tersenyum.
"Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley".
Aku menjawab, "Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak". "Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu".
Aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju.
"OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan"!
Aku dan teman-teman bilang, "Tidak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..".
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
"Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak".
Pak Freddy menjawab, "Ah! Ya, ndak apa-apa".

Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
"Sorry, ya Pak".
Dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
"Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?".
Aku menjawab, "Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak".
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pak baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya".
Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et?".
Aku jawab, "Lumayan, Pak".
Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?".
Langsung kujawab, "Ok-ok aja, Pak.".

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, "Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya".
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, "Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak".
Pak Freddy hanya tersenyum saja, "Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk".
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, "Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?".
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, "Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng".
Lalu aku memancing, "Kok, tadi ada yang begituan".
Dia bertanya lagi, "Yang begituan yang mana".
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, "Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok".
Kemudian dia tertawa, "Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa".

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, "Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk".
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, "Betul kamu tidak malu?", aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, "Sakit, Et". Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah", aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh".

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
"Enak, Et?"
"Lumayan, Pak".
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
"Boleh saya seperti ini, Et?".
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, "Tahan sakitnya, ya, Et". Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, "Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, "Hah, hah, hah,..". Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.

Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, "Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya".
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, "tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini".
Dia berkata lagi, "Sama, saya juga".
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, "Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?".
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.

TAMAT

0 Pak Guru

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.

Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi Paa..aak", dan dia membalas sembari tersenyum.
"Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley".
Aku menjawab, "Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak". "Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu".
Aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju.
"OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan"!
Aku dan teman-teman bilang, "Tidak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..".
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
"Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak".
Pak Freddy menjawab, "Ah! Ya, ndak apa-apa".

Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
"Sorry, ya Pak".
Dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
"Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?".
Aku menjawab, "Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak".
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pak baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya".
Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et?".
Aku jawab, "Lumayan, Pak".
Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?".
Langsung kujawab, "Ok-ok aja, Pak.".

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, "Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya".
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, "Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak".
Pak Freddy hanya tersenyum saja, "Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk".
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, "Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?".
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, "Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng".
Lalu aku memancing, "Kok, tadi ada yang begituan".
Dia bertanya lagi, "Yang begituan yang mana".
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, "Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok".
Kemudian dia tertawa, "Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa".

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, "Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk".
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, "Betul kamu tidak malu?", aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, "Sakit, Et". Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah", aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh".

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
"Enak, Et?"
"Lumayan, Pak".
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
"Boleh saya seperti ini, Et?".
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, "Tahan sakitnya, ya, Et". Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, "Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, "Hah, hah, hah,..". Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.

Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, "Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya".
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, "tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini".
Dia berkata lagi, "Sama, saya juga".
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, "Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?".
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.

TAMAT

0 Pak Guru

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.

Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.

Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, "Selamat pagi Paa..aak", dan dia membalas sembari tersenyum.
"Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley".
Aku menjawab, "Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak". "Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu".
Aku dan teman-teman mengajak, "Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol", dia setuju.
"OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan"!
Aku dan teman-teman bilang, "Tidak, Pak.", lalu aku menimpali lagi, "Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin", lalu teman-teman yang lain, "Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..".
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
"Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak".
Pak Freddy menjawab, "Ah! Ya, ndak apa-apa".

Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
"Sorry, ya Pak".
Dia menjawab, "That's OK". Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.

Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
"Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?".
Aku menjawab, "Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak".
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, "Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pak baju dulu". Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, "Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya".
Dia tersenyum, "Saya kost di sini. Sendirian."

Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, "Udah laper, Et?".
Aku jawab, "Lumayan, Pak".
Lalu dia berdiri dari duduknya, "Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?".
Langsung kujawab, "Ok-ok aja, Pak.".

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, "Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya".
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, "Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak".
Pak Freddy hanya tersenyum saja, "Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk".
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.

Pada saat makan aku bertanya, "Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?".
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, "Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng".
Lalu aku memancing, "Kok, tadi ada yang begituan".
Dia bertanya lagi, "Yang begituan yang mana".
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, "Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok".
Kemudian dia tertawa, "Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa".

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, "Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk".
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, "Betul kamu tidak malu?", aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, "Sakit, Et". Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah", aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh".

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
"Enak, Et?"
"Lumayan, Pak".
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
"Boleh saya seperti ini, Et?".
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.

Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, "Tahan sakitnya, ya, Et". Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, "Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, "Hah, hah, hah,..". Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.

Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, "Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya".
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, "tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini".
Dia berkata lagi, "Sama, saya juga".
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.

Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, "Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?".
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.

Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.

TAMAT

0 Saat SMU yang indah

Kisah yang akan kuceritakan ini bisa saja nyata bisa juga hanya fiksi, itu tergantung pembaca yang membayangkannya. Tapi dari tiap huruf yang kuketikkan di komputerku aku mengingat-ingat setiap kejadian yang kualami dengan amat jeli, dan tentunya membuat penisku menegang.

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya. Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas, bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya, yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami. Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap, sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba bau wanginya mendekatiku. "Fai, apanya yang rusak?" tanyanya sambil mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. "Ah, nggak tahu, ya?" jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah. Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui. Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya. Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang mengeras karena rangsanganku.

"Akh.. akh.. akh.. Fai!" desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya. Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju selangkangannya.

"Buka donk, Fai!" suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
"Ayo hisap..!" pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya, dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin oleh cairan kewanitaannya. "Akh.. terus dong hisapnya, ayo.. masukin aja lidahmu..!" pintanya setengah mendesah. Aku hanya menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku yang bebas. "Akh..!" desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku, pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan. Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

"Akh.. Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!"

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. "Akh.. akh.. mmhh..!" desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan. Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan..

"Bluuss.."
"Akh..!" desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. "Prim, kamu udah pernah, ya, ama pacar kamu?" tanyaku penasaran. "Ah, dia nggak ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang ngajari aku dari detailnya."

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari kemaluanku.
"Akh.. aku udah keluar!" ucapku setengah mendesah.
"Ah.. kamu ini masih perjaka, ya?" tanyanya ketus.
"Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!"
"Abis musti gimana, donk?" jawabku serba salah.
"Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!" ujarnya setengah membentakku.
"Tapi nanti kamu.. hamil!"
"Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong, Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!"

Beberapa detik kemudian, "Akh..!" aku pun orgasme. Karena perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam, sama tajamnya dengan penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. "Bluss!" Cukup mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima lakukan tadi. "Akh.. akh.. akh.. ookhh.. bagus Fai, betul.. akh..!" desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

"Prim kamu belum orgasme juga?" tanyaku tak tahan menahan mani yang hendak menyembur keluar.
"Sebentar lagi kok, Fai!"
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
"Aaakkhh..!" desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
"Aku udah orgasme, Fai!" ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan aku pun berhasil mencapai orgasme. "Akh.. udah dulu ya Prim, aku udah capai banget!" ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan. Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

"Fai, kamu pintar juga, ya!"
"Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!" kataku padanya.
"Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja kok!" jawabnya santai.
"Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?"
"Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok. Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali."

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan sexual kami masing-masing.

TAMAT

0 Saat SMU yang indah

Kisah yang akan kuceritakan ini bisa saja nyata bisa juga hanya fiksi, itu tergantung pembaca yang membayangkannya. Tapi dari tiap huruf yang kuketikkan di komputerku aku mengingat-ingat setiap kejadian yang kualami dengan amat jeli, dan tentunya membuat penisku menegang.

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya. Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas, bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya, yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami. Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap, sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba bau wanginya mendekatiku. "Fai, apanya yang rusak?" tanyanya sambil mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. "Ah, nggak tahu, ya?" jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah. Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui. Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya. Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang mengeras karena rangsanganku.

"Akh.. akh.. akh.. Fai!" desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya. Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju selangkangannya.

"Buka donk, Fai!" suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
"Ayo hisap..!" pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya, dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin oleh cairan kewanitaannya. "Akh.. terus dong hisapnya, ayo.. masukin aja lidahmu..!" pintanya setengah mendesah. Aku hanya menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku yang bebas. "Akh..!" desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku, pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan. Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

"Akh.. Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!"

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. "Akh.. akh.. mmhh..!" desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan. Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan..

"Bluuss.."
"Akh..!" desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. "Prim, kamu udah pernah, ya, ama pacar kamu?" tanyaku penasaran. "Ah, dia nggak ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang ngajari aku dari detailnya."

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari kemaluanku.
"Akh.. aku udah keluar!" ucapku setengah mendesah.
"Ah.. kamu ini masih perjaka, ya?" tanyanya ketus.
"Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!"
"Abis musti gimana, donk?" jawabku serba salah.
"Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!" ujarnya setengah membentakku.
"Tapi nanti kamu.. hamil!"
"Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong, Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!"

Beberapa detik kemudian, "Akh..!" aku pun orgasme. Karena perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam, sama tajamnya dengan penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. "Bluss!" Cukup mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima lakukan tadi. "Akh.. akh.. akh.. ookhh.. bagus Fai, betul.. akh..!" desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

"Prim kamu belum orgasme juga?" tanyaku tak tahan menahan mani yang hendak menyembur keluar.
"Sebentar lagi kok, Fai!"
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
"Aaakkhh..!" desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
"Aku udah orgasme, Fai!" ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan aku pun berhasil mencapai orgasme. "Akh.. udah dulu ya Prim, aku udah capai banget!" ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan. Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

"Fai, kamu pintar juga, ya!"
"Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!" kataku padanya.
"Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja kok!" jawabnya santai.
"Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?"
"Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok. Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali."

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan sexual kami masing-masing.

TAMAT

0 Saat SMU yang indah

Kisah yang akan kuceritakan ini bisa saja nyata bisa juga hanya fiksi, itu tergantung pembaca yang membayangkannya. Tapi dari tiap huruf yang kuketikkan di komputerku aku mengingat-ingat setiap kejadian yang kualami dengan amat jeli, dan tentunya membuat penisku menegang.

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya. Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas, bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya, yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami. Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap, sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba bau wanginya mendekatiku. "Fai, apanya yang rusak?" tanyanya sambil mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. "Ah, nggak tahu, ya?" jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah. Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui. Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya. Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang mengeras karena rangsanganku.

"Akh.. akh.. akh.. Fai!" desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya. Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju selangkangannya.

"Buka donk, Fai!" suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
"Ayo hisap..!" pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya, dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin oleh cairan kewanitaannya. "Akh.. terus dong hisapnya, ayo.. masukin aja lidahmu..!" pintanya setengah mendesah. Aku hanya menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku yang bebas. "Akh..!" desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku, pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan. Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

"Akh.. Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!"

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. "Akh.. akh.. mmhh..!" desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan. Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan..

"Bluuss.."
"Akh..!" desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. "Prim, kamu udah pernah, ya, ama pacar kamu?" tanyaku penasaran. "Ah, dia nggak ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang ngajari aku dari detailnya."

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari kemaluanku.
"Akh.. aku udah keluar!" ucapku setengah mendesah.
"Ah.. kamu ini masih perjaka, ya?" tanyanya ketus.
"Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!"
"Abis musti gimana, donk?" jawabku serba salah.
"Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!" ujarnya setengah membentakku.
"Tapi nanti kamu.. hamil!"
"Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong, Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!"

Beberapa detik kemudian, "Akh..!" aku pun orgasme. Karena perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam, sama tajamnya dengan penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. "Bluss!" Cukup mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima lakukan tadi. "Akh.. akh.. akh.. ookhh.. bagus Fai, betul.. akh..!" desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

"Prim kamu belum orgasme juga?" tanyaku tak tahan menahan mani yang hendak menyembur keluar.
"Sebentar lagi kok, Fai!"
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
"Aaakkhh..!" desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
"Aku udah orgasme, Fai!" ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan aku pun berhasil mencapai orgasme. "Akh.. udah dulu ya Prim, aku udah capai banget!" ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan. Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

"Fai, kamu pintar juga, ya!"
"Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!" kataku padanya.
"Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja kok!" jawabnya santai.
"Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?"
"Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok. Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali."

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan sexual kami masing-masing.

TAMAT

0 Saat SMU yang indah

Kisah yang akan kuceritakan ini bisa saja nyata bisa juga hanya fiksi, itu tergantung pembaca yang membayangkannya. Tapi dari tiap huruf yang kuketikkan di komputerku aku mengingat-ingat setiap kejadian yang kualami dengan amat jeli, dan tentunya membuat penisku menegang.

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya. Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas, bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya, yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami. Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap, sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba bau wanginya mendekatiku. "Fai, apanya yang rusak?" tanyanya sambil mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. "Ah, nggak tahu, ya?" jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah. Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui. Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya. Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang mengeras karena rangsanganku.

"Akh.. akh.. akh.. Fai!" desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya. Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju selangkangannya.

"Buka donk, Fai!" suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
"Ayo hisap..!" pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya, dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin oleh cairan kewanitaannya. "Akh.. terus dong hisapnya, ayo.. masukin aja lidahmu..!" pintanya setengah mendesah. Aku hanya menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku yang bebas. "Akh..!" desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku, pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan. Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

"Akh.. Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!"

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. "Akh.. akh.. mmhh..!" desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan. Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan..

"Bluuss.."
"Akh..!" desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. "Prim, kamu udah pernah, ya, ama pacar kamu?" tanyaku penasaran. "Ah, dia nggak ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang ngajari aku dari detailnya."

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari kemaluanku.
"Akh.. aku udah keluar!" ucapku setengah mendesah.
"Ah.. kamu ini masih perjaka, ya?" tanyanya ketus.
"Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!"
"Abis musti gimana, donk?" jawabku serba salah.
"Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!" ujarnya setengah membentakku.
"Tapi nanti kamu.. hamil!"
"Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong, Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!"

Beberapa detik kemudian, "Akh..!" aku pun orgasme. Karena perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam, sama tajamnya dengan penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. "Bluss!" Cukup mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima lakukan tadi. "Akh.. akh.. akh.. ookhh.. bagus Fai, betul.. akh..!" desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

"Prim kamu belum orgasme juga?" tanyaku tak tahan menahan mani yang hendak menyembur keluar.
"Sebentar lagi kok, Fai!"
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
"Aaakkhh..!" desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
"Aku udah orgasme, Fai!" ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan aku pun berhasil mencapai orgasme. "Akh.. udah dulu ya Prim, aku udah capai banget!" ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan. Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

"Fai, kamu pintar juga, ya!"
"Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!" kataku padanya.
"Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja kok!" jawabnya santai.
"Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?"
"Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok. Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali."

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan sexual kami masing-masing.

TAMAT

0 Permainan kami - 1

Namaku Dina, 25 th. Kantorku adalah klien terbesar dari kantor tempat Andrew (26) bekerja. Kami bertemu pertama kali kemarin saat rapat di kantorku. Tak berapa lama setelah Andrew tiba kembali di kantornya, ia menelponku. Sekedar basa basi hingga pada ajakannya untuk sekedar jalan bareng.

"I am new in town. Would you show me around?" ujarnya kemarin. Andrew seorang Singaporean yang ditugaskan di Jakarta untuk memimpin kantor cabang di Indonesia. Walaupun banyak menggunakan bahasa Inggris, diapun mengerti bahasa Indonesia terlebih karena ibunya adalah orang Indonesia.

"Nggak bisa malam ini, aku harus pergi" ujarku berbohong padahal aku tidak ada acara setelah jam kerja. Aku masih ingin sendiri setelah hubunganku yg berjalan hampir 1,5 tahun terputus 2 minggu lalu.
"How about tomorrow. Nonton yuk"
"Wah aku mau nonton bareng temen-temen besok juga." Kalo yang ini benar karena kami sering keluar bareng. Apalagi hari Jumat. Namun kenyataannya pagi ini aku mendengar satu persatu teman kantorku membatalkan rencana kami. Akhirnya kutelpon Andrew tadi siang.

Dan sekarang, kami sudah berdiri menunggu mobil dinasnya .
"It was a great night" Andrew mencium tanganku. "Thanks"
"I had a great time, too. Makasih juga ya" sahutku.
Kami baru saja menyelesaikan makan malam setelah nonton film. Sambil berdiri di pintu depan menanti supir kantor, Andrew menghisap rokoknya perlahan.
"Besok kan hari Sabtu dan aku tahu kamu tidak perlu masuk kerja. Mampir ke tempatku dulu, yuk." ajaknya sambil menghembuskan asap rokok.
"Ok, why not" beberapa saat kemudian. Kupikir di tempat kost pun tidak ada yang harus aku kerjakan. Sedangkan saat itu jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 10 malam. "Yah, kenapa ngga. Sudah saatnya aku nikmati kembali masa sendiriku" pikirku lagi.
Akhirnya kami meluncur ke rumah dinasnya. Menurutnya milik dari bos kantor cabang di Jakarta.

"Wowww.. what is this?" aku yg bukan peminum alkohol agak kaget setelah mencicipi minuman di depanku. Yang menurut Andrew, minuman kesayangannya.
"Sweet martini" ujarnya dari balik bar mini.
"Like it?'
"Mmm.. maybe.." sahutku.
"This is for our night" ujarnya sambil menyentuh gelasku. "Proost"

Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya, tapi kuteguk juga minuman tsb tanda mengiyakan ucapannya. Kuingatkan lagi diriku, aku ingin menikmati hidupku kembali. Aku tersenyum sendiri dg pikiranku tadi. Tak terasa sambil berbincang sana kemari, aku malah sudah menghabiskan 3 gelas Sweet Martininya. Dan yang kurasakan kemudian, aku tidak ingin pulang ke kost ku yang sepi.

"You can stay here if you like but I have only 1 bed" bisiknya di kupingku saat kami duduk di sofa ruang tengahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Aku sudah tidak tahu lagi berapa kali Andrew mencium pipiku, bibirku, leherku. Walaupun hanya kecupan-kecupan kecil, aku sudah tidak peduli. Mungkin pengaruh alkohol, dan aku menikmatinya.
"I don't care. Aku pingin tidur sekarang" jawabku sekenanya, kepalaku sudah pening, badanku agak lemas dan ucapanku sudah tidak karuan. Rasanya ingin merebahkan badan.

Andrew mengajakku ke kamarnya. Setelah mengganti baju kerjaku dengan kaos longgarnya, aku duduk di pinggiran tempat tidur. Sedangkan Andrew mengenakan celana pendek saja. Lampu kamarpun sudah dimatikan.
"What's wrong, Din. Come here." Andrew mengelus punggungku halus. Tempat tidurnya terasa amat empuk, seakan memanggilku untuk segera merebahkan diri. Aku sebenarnya tidak yakin kalau bakalan tidur bersama, kukira Andrew akan tidur di sofa.
"Eh iya.. " sahutku sambil membaringkan tubuh di sebelahnya.
Antara sadar dan tak sadar pikiranku masih sibuk sendiri, "Duh, ngapain aku di sini ya.. aku baru kenal dia kemarin.. sekarang aku udah tidur bareng di sebelahnya"

Tubuhku masih memunggunginya. Namun usapan halusnya di punggung, membuat lupa akan kebimbanganku. Seakan teringat lagi akan keinginanku sendiri: aku ingin menikmati kebebasanku. Kubalikkan tubuhku. Mataku sudah terbiasa dengan gelapnya kamar dan dalam keremangan bisa kulihat matanya menatap mataku. Tubuhnya bergeser mendekat, meraihku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan betapa hangat dada bidangnya.

Wajah kami saling berdekatan. Aku sudah lupa lagi kenapa aku tadi bimbang. Kumajukan wajahku. Lembut diciumnya bibirku. Aku balas lembut juga. Bibirnya menarik bibirku perlahan. Tangannya memeluk tubuhku lebih erat. Lidahnya mencari-cari lidahku. Nafasnya terasa hangat di wajahku. Sudah tak kupikirkan lagi bau alkohol di antara kami yg masih menyengat. Kumainkan lidahku di antara lidahnya. Andrew semakin erat memelukku hingga aku bisa merasakan gumpalan di balik celana pendeknya.

"Agghh.." serunya sambil melepas pelukan kami. Tangannya mengelus-elus celananya. Ada yang menyesakkan di sana.
"Sorry, Din" sambil tangannya mengambil tanganku dan diletakkannya di gumpalan itu.
"Wah.. udah bangun ya, Drew" Aku usap-usap halus celana pendeknya.
"Iya, sayang.." Andrew malah bangun dan membuka celana pendeknya. Pantesan terasa banget, ngga pake celana dalam sih. Tubuh telanjangnya terlihat samar-samar berlutut di hadapanku. Tahu-tahu batang panjang dan besarnya sudah ada di hadapanku. Tanpa sadar aku terduduk dari posisi tidur.

"Suck it, Din" ujarnya sambil menyodorkan penisnya ke mulutku.
Walaupun masih ada rasa kaget, kuraih juga penisnya. Kuusap-usap halus.
"Isep, Din" pintanya lagi. Kumasukan kepala penisnya ke mulutku..pelan-pelan aku masuk keluarkan. Aku berikan ludah sedikit.
"Hhh.. nicee.." seru Andrew keenakan.
"Terus, Din"

Aku teruskan isapanku. Sambil kukocok sedikit demi sedikit. Kumasukan penisnya lebih dalam ke mulut. Sambil kuemut-emut. Sementara erangan Andrew semakin menjadi. Membuatku ingin memuaskannya. Emutan kupercepat, kocokan tanganku pun kukuatkan. Tangan kiriku memainkan buah zakarnya. Kuelus dengan halus, kuberikan sedikit cairan ludah dari penisnya.

Kulepaskan emutanku, kecupanku berpindah ke buah zakarnya. Kujilat perlahan, kumasukan lembut ke mulut. Sementara tangan kananku terus mengocok penis. Usapan tangannya kurasakan di rambut. Kukembalikan mulutku ke penis. Kumasukkan perlahan lagi. Mungkin birahinya sudah semakin memanas, karena kurasakan rambutku semakin acak dibuatnya. Kepalaku pun terasa didorongnya.

Badannya ikut bergoyang maju mundur memasukan penisnya. Agak sakit sebenarnya sewaktu Andrew mendesak penisnya lebih dalam ke mulutku. Tapi kubiarkan, melihatnya keenakan menikmati blow job ini saja sudah membuatku senang. Semakin membuatku menyedot penisnya lebih keras. Lebih keras berulang-ulang. Apalagi erangannya semakin menjadi-jadi.. Remasan tangannya di rambutku pun semakin mengacak.

"Agghh.. Aku keluarr.." bersamaan dengan itu, semprotan cairan asin terasa di mulutku. Badannya mengejang keras. Asin.. dengan rakus kunikmati. Kujilat-jilat seperti orang kelaparan. Kujilat terus seraya membersihkan tumpahan di sekitar penisnya.

Akhirnya Andrew terduduk lemas di sebelahku.
"Makasih, Din. You were great. Aku sampe ngga tahan," ucapnya sambil menciumku. Dibersihkannya sisa cairan mani di sekitar bibirku dengan jilatannya.
"You're welcome. Aku juga suka lihat kamu tadi, Drew" akhirnya keluar juga beberapa kata. Andrew menciumku lagi, kali ini sambil jari kanannya memasuki sela celana dalamku. Karena Andrew tidak punya celana pendek ukuran kecil, aku pakai kaosnya saja tanpa bra tentunya. Daripada nanti sesak tidurku.
"It's wet, hon" kurasakan jarinya menyentuh celana dalamku.
"Kamu sih, bikin aku basah" sahutku manja. Jarinya mencari pinggir celana dalamku. "Suka?" wajahnya dekat sekali ke wajahku. Memainkan hidungnya di hidungku, bikin nafasku semakin panas. Aku mengangguk dengan tatapan pasrah.

Andrew beranjak dan duduk di antara kedua kakiku. Tangannya kembali mengelus-elus CD ku yg mulai terasa lebih basah. Aku memejamkan mataku menikmati usapannya. Tangannya beranjak ke atas, membuka kaosku perlahan. Kemudian diciumnya pangkal dadaku. Perlahan, turun ke bawah ke bongkahan buah dadaku.
"Hmm.." gumamku mengikuti gerakan kecupannya. Lidahnya mengelilingi buah dada kiriku perlahan, terus mengarah ke putingku yg sudah mengeras. Sementara tangannya meremas buah dadaku yg kanan. Semakin lama kecupannya semakin rakus, remasannya pun semakin menjadi-jadi. Diulangnya kecupan tadi di buah dada kananku. Lebih rakus dari yg pertama. Usapan tanganku di kepalanya pun semakin menjadi.

Aksinya terhenti sesaat, Andrew memandangku. "Like it?" aku mengangguk.
"Bangun dikit, Din" tangannya mengajak aku bangun dari dudukku. Walaupun aku agak bingung apa yang akan dilakukannya, kuikuti maunya.
"Berlutut aja, hadap ke dinding ya" kuikuti pintanya.
Kedua tanganku dibawa menempel ke dinding. Nafas alkoholnya kurasakan dibalik telingaku. Perlahan dikecupnya telinga kiriku. Lidahnya menelusuri daun telingaku. Bibirnya pun ikut menggigit perlahan. "Ahh.. " semakin membuatku panas.

Tangan kirinya merayap perlahan di perutku, sementara tangan kanannya bermain di telinga kananku. Kurasakan diriku terbuai dan terbawa irama permainannya.
Bibirnya beranjak dari balik telinga kiriku ke arah tengkuk. Dikecup dan dijilatnya perlahan. Wowww.. aku semakin tak bisa menahan gairah. Badanku pun bergoyang menahan birahi. Tangan kanannya kurasakan merayap menuruni tanganku ke arah belakang pundak. Kemudian ke depan, dielusnya perlahan buah dadaku. Penisnya yang kuyakin sudah membesar lagi, terasa menekan pantatku. Tangan kirinya sudah bermain lagi di cela celana dalamku. Kali ini lebih bernafsu.., mengusap.., menggosok.., menusuk.. gerakannya begitu cepat. Nafasku pun mulai tak teratur. Vaginaku pun sudah semakin basah.

"Masukin sayang, masukin.. aku ga tahan lagi" Tapi Andrew mengacuhkan pintaku. Diputarnya badanku lagi, ditidurkannya aku melintang di tempat tidur besarnya. Dibukanya celana dalamku yang sudah basah dari tadi. Yang terjadi kemudian tidak pernah kubayangkan. Secepat kilat dibukanya laci kecil di sebelah tempat tidurnya, aku tidak begitu jelas apa lagi yang akan dilakukannya.
"Pernah pake ini sayang?" diulurkannya dildo ke hadapanku. Sebuah penis buatan dengan ukuran panjang krg lBH 16 cm berdiameter krg lBH 4 cm lengkap dengan 2 buah zakarnya.
"Ngga, aku ga pernah. Mau diapain, Drew" tatapku dengan agak terbelalak.
"Rileks aja, Din. Ngga sakit kok. Percaya sama aku ya" aku mengangguk saja perlahan.

Kepalanya mengarah ke vaginaku. Dikecupnya vaginaku, dijilat dengan penuh kerakusan. Membuat aku melupakan keherananku. Bibir vaginaku dijilatnya bergantian. Kadang melingkar. Lidahnya dijulurkannya ke dalam lebih dalam, membuat aku menggelinjang akan sensasi yang diberikannya.

"Aghh.. enak, Drew." Tanganku ikut mengusap dan mendorong kepalanya. Minta lebih dalam memasukkan lidahnya.
Jilatannya beranjak dari vagina ke klitorisku. Gigitan kecil dan lembut membuat aku semakin menghentak-hentakkan pantatku. Bukannya kewalahan mengatasi gerakanku jilatannya malah semakin menjadi-jadi. Akupun tak tahan menahan kegilaannya.

"Agghh.." antara kaget dan rasa nikmat, kurasakan sesuatu memasuki lubang vaginaku. Andrew mempercepat jilatannya di klitorisku. Tak mungkin penisnya. Dildo, pasti dildo.. pikirku menebak-nebak di antara rasa nikmat dan kekagetanku.

Kurasakan Andrew mendorong perlahan dan membiarkan 1/2 dildo menguak vaginaku. Sementara lidahnya masih terus menjilat klitoris. Mengalihkan pikiranku dari permainannya yang lain. Perlahan, akupun mulai menikmati. Melihat aku sudah tidak terkejut lagi dengan dildonya, Andrew memundurkan badannya. Melepas jilatannya. Menikmati pemandangan di depannya. Dikuaknya pahaku lebih lebar lagi. Dibiarkannya barang mainannya bertengger di lubangku.

"Terus, Drew.. please.." pintaku. Andrew tersenyum puas.
"Suka sayang?? " kuanggukan kepalaku.
Andrew mendorong lebih dalam.
"Agghh.." luapan kenikmatan akan sensasi dildo membuat aku tak bisa menguasai suaraku. Antara pekik dan nikmat. Gerakan perlahan Andrew, tetap pada iramanya. Semakin membuatku penasaran.
"Terus Drew, terus.."
Didorongnya lebih dalam. Aku menggelinjang menahan sensasi nya. Andrew semakin kegirangan melihat aku menikmati permainannya. Dikeluarkannya perlahan.
"Andrew..??" seperti tak rela dildo dikeluarkan, kurasakan vaginaku menjepit-jepit perlahan. Ikut berontak meminta sensasi yang lebih.
"Drew please.." aku sudah lupa akan rasa anehku akan benda itu. Yang kutahu benda itu memberikan kenikmatan yang tiada tara.
Andrew memasukkan lagi. Masih 1/2 nya, "Agghh.." nikmatnya.
Perlahan kemudian dikeluarkan lagi, dimasukkan lagi 1/2 nya. Begitu terus berulang-ulang membuat aku semakin penasaran.
"Andrewww.. semuanyaa..pleasee.." pintaku di sela-sela nafasku yang semakin tak karuan. Andrew tersenyum

Didorongnya lebih dalam, bless.. masuk semua. Aku tersentak, tidak percaya Andrew melakukan langsung apa yang aku pinta. Kepalaku ikut terbangun. Tapi kemudian kurasakan kenikmatan yg luar biasa. Belum lagi kuresapi lebih lama, kurasakan Andrew menarik keluar kembali. Seperti kehilangan yg berharga aku sodorkan pantatku mengikuti gerakan keluarnya. Tapi kemudian dorongan keras ke arah dalam kembali seakan menjawab kelaparanku. Bless.. aku tersentak kembali.
"Gila kamu, Drew.." Andrew hanya tertawa menikmati permainannya.

Dorongannya berubah menjadi lebih cepat, membuat badanku melimbung kian kemari. Bukan hanya semakin cepat, tetapi juga semakin keras.. cepat dan keras terus menerus tanpa memberikan kesempatan bagiku menarik nafasku. Kulihat Andrew pun ikut menahan nafasnya. Tatapan matanya semakin garang, menikmati, mulutnyapun tak henti henti berucap "Fuck you..fuck you.."
"Like that honey..?" posisi tubuhnya kemudian berubah, Andrew berlutut di sampingku. Tangan kanannya sibuk dg dildo di vaginaku, tangan kirinya mengocok penisnya yg sudah tegang. Ikut terbawa akan panasnya birahi.

Gerakan yang semakin cepat dan mengeras menguak lubang vaginaku membawa aku ke titik puncak. Hingga aku tak tahan lagi menahan luapan. Kedua pahaku kututup begitu cepatnya, mengejang, menahan, meluap..
"Aghh.. aku keluaarr.." kurasakan cairan membasahi dildo. Andrew mengeluarkan mainannya dari vaginaku. Tangan kanannya berpindah mengocok penisnya. Kencang semakin kencang. Kulihat genggamannya pun semakin keras. Tubuhnya pun

mengejang. "AAgghh.." bersamaan dengan teriakan puasnya, air maninya muncrat beberapa kali ke perutku. Pemandangan yang menakjubkan.
Andrew terduduk lemas dan memandangku yang masih basah bersimbah keringat. Badanku masih bergelinjang sedikit, masih bereaksi atas kenikmatan tadi.
Kumainkan air maninya di perutku. Andrew memberikan kaosku, kubersihkan perutku.

"Huffhh.." aku menghembuskan nafas panjang.
"Enjoyed it?" Andrew menjilat dildonya dan menyodorkan ke hadapanku.
"Ya.." Aku mengangguk. Kupegang mainan itu. Woowww.., kayak beneran, kukira keras, tapi hampir sama seperti aslinya.

Selanjutnya kami bercengkerama memainkan dildo. Memegang, menggosok-gosok, mengusap-usap.. Aku masih tidak percaya mainan itu bisa memuaskanku. Akhirnya kami tertidur tanpa melakukan persetubuhan sesungguhnya.

Bersambung . . . .