Pages

Jumat, 10 September 2010

0 Tetangga yang menggoda

Ini adalah cerita pengalamanku yang sedang kualami sekarang. Dan aku mengetiknya di sela-sela istirahat sehabis melakukan seks. Aku seorang pengusaha muda dan mahasiswa jurusan ekonomi. Aku tinggal di sebuah kompleks bank pemerintah yang kini bank tersebut sudah dimerger. Aku sudah mempunyai pacar yang kebetulan tetanggaku di kompleks tersebut. Orangtuaku termasuk orang terpandang, sehingga aku di kalangan anak muda di kompleks tersebut cukup disegani. Dua tahun yang lalu aku merupakan ketua organisasi remaja, sehingga aku semakin dikenal oleh berbagai kalangan di lingkunganku.

Kebetulan di lingkunganku banyak gadis remaja yang cantik-cantik. Termasuk pacarku yang sekarang merupakan salah satu gadis yang menjadi incaran anak-anak muda di lingkungan tersebut. Entah kenapa dia mau menjadi pacarku. Sejujurnya aku menyukai beberapa gadis cantik selain pacarku tersebut, tetapi aku berpikir dua kali jika aku berbuat macam-macam pasti akan menjadi bahan omongan di lingkunganku.

Singkat cerita, aku tergoda oleh salah satu anak tetangga orangtuaku, sebut saja Gita (nama sengaja kusamarkan). Padahal aku sudah menjalin asmara dengan gadis yang juga tetanggaku. Kami bahkan sudah bertunangan. Gita adalah seorang mahasiswi Tarqi. Ia mempunyai body yang sangat menggoda, walaupun agak sedikit gemuk, tetapi ia mempunyai bibir yang sexy dan mempunyai payudara berukuran 36B. Sebagai gambaran, body-nya mirip dengan artis Feby Febiola, dan bibirnya seperti Cornelia Agatha. Tingkah lakunya selalu menggodaku. Sebagai laki-laki normal, kadang aku berpikiran agak kotor.

Hingga suatu kesempatan, ia meminta bantuanku untuk dicarikan HP dengan harga miring. Tentu saja kesempatan itu tidak kusia-siakan (dalam hatiku aku akan membelikannya HP tersebut dengan cuma-cuma). Aku menyanggupinya, tetapi aku memberikan syarat agar ia mau kuajak pergi makan dan nonton berdua tanpa sepengetahuan pacarku dan teman-temanku. Dasar Gita memang centil, persaratanku ia setujui karena ia pikir sangat mudah sekali untuk menjalaninya.

Akhirnya aku membelikannya HP yang ia inginkan, dan aku pun menagih janjinya. Kemudian pada hari minggu siang, aku dan Gita pergi berdua untuk makan siang dan nonton. Ketika kami sedang nonton, kesempatan tersebut tidak kusia-siakan untuk sekadar mencium dan meraba-raba tubuhnya. Tidak kusangka ia malah bilang kepadaku sebenarnya ia juga menyukaiku. Ketika aku dengan hot-hotnya menciumi dan menggerayangi tubuhnya, ia berbisik kepadaku bahwa ia sudah horny, dan mengajakku keluar dari bioskop untuk pergi ke pantai. Ketika di tengah perjalanan, aku memberanikan diri untuk mengajaknya 'chek in' di hotel yang terdekat, ternyata ia menyetujuinya.

Aku tiba di hotel yang dituju sekitar puku 3 sore. Setelah aku membayar kamar hotel tersebut, aku dan Gita dengan langkah yang terburu-buru menuju ke kamar hotel. Sesampainya di kamar hotel dan mengunci pintu, aku langsung melancarkan ciumanku, dan Gita membalasnya dengan sangat antusias. Kemudian masih dalam keadaan berdiri kubuka pakain serta celana panjangnya hingga ia hanya memakai BH dan CD yang berwarna hitam. Kemudian ia juga memintaku untuk membuka baju dan celana panjangku.

Kini kami dalam keadaan hanya memakai pakaian dalam saja. Kemudian ia kubimbing ke atas ranjang yang berukuran double size. Aku mulai melumat bibirnya yang sexy dan menciumi serta menjilat seluruh tubuhnya. Kemudian ketika aku mencium CD-nya, di bagian kemaluannya yang sudah basah, ia menggelinjang dan sesekali merintih-rintih keenakan. Setelah aku puas menciumi seluruh tubuhnya, kemudian kubuka BH dan CD-nya. Aku pun membuka CD-ku, kini kami berdua sudah benar-benar bugil.

Aku sampai menahan nafas ketika kulihat payudaranya yang besar dan montok. Dengan sangat bernafsu kulumat puting susunya yang berwarna coklat kemerah-merahan. Karena sebenarnya Gita masih berusia 20 tahun, sehingga terlihat body-nya yang serba kencang. Aku juga meraba dan mengusap bulu-bulu di kemaluannya yang sangat lebat. Aku semakin bernafsu mencium dan menjilat seluruh tubuhnya yang mulus.

Kemudian aku memasukkan dua jari tanganku ke dalam vaginanya yang sudah basah, sedangkan lidahku sibuk menjilati puting susunya yang berwarna coklat kemerah-merahan. Gita semakin merintih-rintih dan menggelinjang serta nafasnya mulai berat. Kemudian kubuka kedua pahanya lebar-lebar agar aku dapat dengan leluasa memainkan lidahku ke dalam vaginanya. Aku menjilati dan memainkan klitorisnya dengan penuh gairah. Setelah kupuas, giliran Gita memainkan rudalku yang sudah tegang dengan lidahnya. Ia jilati kemaluanku yang berukuran lumayan panjang dan besar (kira-kira 20 cm dengan diameter 3,5 inchi).

Ia menjilat dan mengulum rudalku dengan penuh kenikmatan. Aku tidak menyangka kalau kemaluanku akan dibersihkan oleh gadis impianku. Setelah ia puas, kemudian Gita mengambil posisi telentang dengan kedua paha dibuka lebar-lebar, ia memintaku untuk segera memasukkan rudalku ke dalam vaginanya. Aku mengambil ancang-ancang untuk memasukkan batang kemaluanku ke dalam vaginanya yang sudah basah. Kupikir pasti aku tidak akan kesulitan untuk memasukannya, ternyata beberapa kali aku mencoba selalu saja meleset, dengan tidak sabar Gita menarik rudalku dan mengarahkan ke arah lubang kewanitaannya.

Ternyata Gita masih perawan, tetapi dengan kegigihanku akhirnya aku berhasil memasukkan ujung rudalku ke dalam vaginanya. Ketika kutekan dengan sedikit paksaan, Gita menjerit kesakitan, kemudian aku menghentikan sejenak seranganku sampai kulihat ia sudah siap kembali, dan perlahan-lahan kumasukkan batang rudalku. Gita kembali merintih menahan sakit.
Aku bertanya, "Git, kamu mau diterusin atau nggak..?"
Ia menjawab, "Terusin dong sayang, tapi pelan-pelan ya..!"

Akhirnya dengan perjuangan yang cukup melelahkan, aku berhasil memasukkan setengah batang kemaluanku, dan aku mendiamkan sejenak aktifitasku. Aku merasakan dari vagina Gita keluar darah segar pertanda keperawanannya sudah hilang. Dinding vaginya yang lembut dan hangat memijat-mijat batang kemaluanku. Aku tidak terlalu memaksa untuk membenamkan seluruh rudalku ke dalam vaginanya. Mungkin ukuran rudalku yang lumayan panjang, sehingga membuat sakit vagina Gita yang baru pertama kali melakukan seks.

Kemudian aku mulai menaik-turunkan pantatku secara perlahan dan beraturan. Dan secara perlahan-lahan aku membenamkan rudalku sedalam-dalamnya, hingga akhirnya seluruh batang kemaluanku amblas ke dalam vagina Gita. Gita sudah mulai terbiasa dengan rudalku, malah ia mulai memutar pinggulnya, sehingga semakin menambah kenikmatan pergumulan kami saja.

Aku semakin bersemangat untuk memainkan rudalku dengan cepat. Permainanku diimbangi Gita dengan menjepit pantatku dengan kedua kakinya. Aku merasakan rudalku semakin mentok saja mengenai ujung rahimnya. Kami berganti posisi dengan cara sambil duduk. Gita semakin terlena, karena posisi tersebut membuat rudalku semakin bergesekan dengan klitorisnya, sehingga hal itu membuat Gita semakin terbakar birahinya.

Kami sempat beristirahat sejenak, karena posisi tersebut banyak menguras tenaga kami. Sambil istirahat aku meremas-remas dan menjilati serta menghisap puting susuya secara bergantian. Setelah tenaga kami terkumpul, kami melanjutkan kembali dengan lebih menggebu-gebu.

Setelah kira-kira 25 menit kami bergumul hebat, aku mulai merasakan spermaku akan keluar, begitupun dengan Gita, ia mulai mendekati orgasmenya. Aku merasakan dinding vaginanya yang berdenyut kencang dan semakin banjir.
Aku berkata setengah berbisik, "Git, aku sudah mau keluar nih, kita keluarinnya sama-sama ya..?"
Gita menjawab dengan terputus-putus, "Ia.. sa.. yaa.. ngg.. sshh.. cepetan dong keluarinnya aku.. sebentar lagi selesai nih..!"
Dengan nafas yang tidak beraturan, aku menjawab, "Tahan sebentar ya sayang.., aku juga sudah mau keluar.."

Tidak lama kemudian aku memuntahkan spermaku ke dalam rahimnya, dan aku pun merasakan cairan hangat dari dalam vagina yang mengenai rudalku.
"Ooohh.. shh.." hampir bersamaan kami melenguh mengakhiri perjalan yang melelahkan dan penuh kenikmatan.
"Sayang.., vaginaku hangat banget sama spermamu.." Gita memberikan komentar puas dengan keperkasaanku.

Kemudian kami beristirahat sejenak sambil memberikan pujian kepuasan masing-masing. Tetapi tanganku dan Gita masih meraba-raba dan mengusap kemaluan kami satu sama lain, sehingga birahi kami kembali timbul. Kali ini Gita yang mendahului dengan menjilat dan melumat hampir seluruh rudalku ke dalam mulutnya. Bukan hanya itu saja, ia juga dengan sangat agresif menciumi seluruh tubuhku.

Aku mendorong tubuhnya ke samping hingga ia telentang. Kini giliranku untuk menciumi seluruh tubuhnya. Payudara Gita yang sudah mengeras dan puting susu menjulang tinggi, membuatku semakin bernafsu untuk meremas, menjilati serta menghisap-hisap puting susunya hingga puting susu Gita semakin terlihat basah dan mengkilap. Jari-jari tanganku dengan nakal memainkan klitoris dan menyodok-nyodok ke dalam vaginanya yang sudah banjir.

Gita semakin kelojotan dan mulai memohon-mohon kepadaku untuk segera memasukkan rudalku ke dalam lubang kewanitaannya. Aku merubah posisi dengan tidur telentang, sementara Gita berjongkok sambil mengangkang untuk mengambil posisi memasukkan zakarku ke vaginanya. Dengan tidak sabar Gita meraih batang kemaluanku dan dituntun ke arah vaginanya. Ketika rudalku mulai memasuki vagina Gita yang pinggirannya ditumbuhi bulu-bulu lebat, aku merasakan dinding vaginanya yang sudah banjir menghangatkan dan memijat-mijat batang zakarku.

Gita mulai menggerakkan pinggulnya yang montok ke atas ke bawah, dan memutarnya ke kiri dan ke kanan. Sedangkan tanganku mulai meremas-remas sepasang payudara yang besar dan kencang. Gita dengan sangat bernafsu menekan pantatnya kuat-kuat, sehingga rudalku seluruhnya amblas ditelan vaginanya. Kali ini Gita yang memegang peranan, aku menurutinya saja, karena kulihat dengan posisinya yang di atas ia sangat bergairah sekali. Aku mengangkat badanku untuk melumat puting susunya. Perbuatanku semakin membuat Gita mabuk kepayang. Ia memeluk kepalaku ke arah payudaranya. Pantatnya semakin cepat ditarik dan diputar-putar. Hingga akhirnya ia mencapai orgasme yang kedua kalinya.

Aku yang belum mencapai klimaks membuat keputusan berganti posisi dengan dogie style. Gita mengambil posisi menungging, kemudian kuarahkan rudalku ke vaginanya lewat belakang. Aku sangat bernafsu sekali melihat pantatnya yang lebar dan sexy. Tangan kananku memegang dan menepuk-nepuk pantatnya, sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaranya. Gerakan tersebut kulakukan secara bergantian. Ternyata posisi tersebut membuat Gita bangkit kembali gairahnya, karena klitorisnya terkena gesekan rudalku.

Kali ini Gita mulai memberikan perlawanan. Ia menggoyang-goyangkan pantatnya maju mundur berlawanan dengan arah goyangan pantatku. Ketika Aku mendorong pantatku ia menyodorkan pantatnya ke belakang, dan ketika Aku menarik pantatku ke belakang ia menarik pantatnya kedepan.Irama nafas kami semakin cepat, kami melakukan goyangan dengan cepat, sehingga setiap kali kucabut dan menyodok vaginya dengan rudalku timbul bunyi akibat vagina Gita yang banjir oleh lendir birahi. Aku mulai merasakan spermaku akan segera keluar. Ternyata Gita juga sudah merasakan ia akan mengalami orgasme yang ketiga kalinya. Tidak lama kemudian rudalku memuntahkan sperma secara berturut-turut di dalam vaginanya. Aku pun merasakan gerakan Gita yang bergoyang-goyang pelan dan tegang, sedangkan punggungnya telihat melengkung seperti udang karena ia juga telah orgasme.

Aku mencabut batang kemaluanku dari vaginanya setelah Aku tidak merasakan muncratan spermaku. Aku telentang lelah, sedangkan Gita menjilati sisa-sisa spermaku yang masih keluar dari zakarku. Ia menghentikan aktifitasnya setelah spermaku tidak keluar lagi.

Kami berpelukan erat sambil menghayati kenikmatan yang barusan kami lakukan. Kami melakukan bukan hanya sekali saja, tetapi entah sampai berapa kali. Permainan kami semakin lama bertambah hot saja, karena ternyata Gita mulai terbiasa dan ketagihan dengan keperkasaan rudalku. Kami memutuskan pulang setelah merasa sudah sama-sama lemas dan puas. Andai saja kami melakukannya pada malam minggu, mungkin kami akan terus melakukannya sampai pagi.

Setelah kejadian pada malam itu, hingga kini kami jadi sering melakukannya sampai pagi. Aku melakukan hubungan seks dengan Gita dengan system kalender, hal itu kami lakukan untuk menghindari kehamilan. Aku semakin ketagihan, karena tunanganku adalah tipe gadis pendiam dan alim, dan aku tidak pernah mendapatkan pelayanan darinya. Kemanapun aku pergi, termasuk chek-in, aku selalu membawa laptop. Komputer tersebut kupergunakan untuk memantau perkembangan usahaku, selain itu juga digunakan untuk mengetik ceritaku dan memutar film blue sebagai pembakar hasrat birahi kami. Tentu saja perbuatanku yang sedang menceritakan seks kami tidak diketahui oleh Gita, karena ia masih tertidur untuk istirahat sejenak.

TAMAT

0 The power of love - 1

Niki adalah cewek paling ngetop di kantorku. Cantik, supel, berduit, dan luas gaul. Terbukti beberapa temanku tertarik dan mencoba mendekatinya, selain dua lainnya yang kutahu pasti diam-diam sudah sering jalan sama dia. Yang satu si Aji seniorku, modalnya kuat (kapal pesiarnya saja ada dua). Satunya lagi Fendi adik kelasku semasa kuliah, ganteng, aktif gaul, dan populer di kalangan cewek. Keduanya kukenal baik.

Aku sendiri cukup bergaul walau tidak tertarik berurusan sama cewek kantor sendiri. Di kantor aku lebih dikenal sebagai orang yang 'serius' dan 'banyak urusan melulu'. Biar begitu, setiap ada waktu aku selalu menyempatkan diri nimbrung sejenak dengan mereka, cewek-cewek kantor. Aku sebenarnya tertarik juga sama Niki, tapi karena 'pertarungan'-nya demikian seru jadi rada malas untuk ikutan. Sampai satu saat, datang peristiwa yang mengawali kedekatanku dengannya.

Mulainya: April 1993 ..

Hujan deras sore itu membuat yang pulang kerja mengumpul di sekitar lobby menunggu ojek payung.
Niki datang terengah-engah dengan berkerudung koran, "Aduuh, tolong dong, mobilku mogok di depan situ."
Aku tidak terlalu mengerti soal mobil, tapi karena berdiri paling dekat, aku duluan merespon.

"Dimana mobilnya Ki..?" tanyaku.
Niki menunjuk ke arah jalan keluar sambil menyerahkan kunci. Kuseret si Joni bule yang ngerti mobil untuk menemani, dan kuserobot ojek payung yang mendekat. Bergegas kami menghampiri mobil itu. Joni langsung membuka kap mesin, aku bisanya hanya megangi payung. Dalam beberapa menit mobil langsung hidup, sementara itu Niki menyusul dengan payung lain.

Kami naik mobil sama-sama. Niki batal kuliah karena telat, lalu mengajak kami makan. Joni menolak karena ada kencan lain, ia diturunkan di kantor, lalu kami jalan. Singkat cerita, setelah kesana kemari bingung cari makan, akhirnya kami hanya nonton di KC, dengan makan malam kentang goreng dan lemper. Selama nonton Niki menyandar ke bahuku, telapaknya yang kedinginan digosokkan ke lenganku. Kami pulang tanpa terjadi apa-apa kecuali satu hal, kami semakin akrab.

Sebelum melanjutkan, aku cerita sedikit soal pribadi. Beberapa tahun lalu pernah kejadian cewekku selingkuh, sialnya aku sendiri yang mergoki. Kami putus, tapi sesudahnya 'barang'-ku sulit sekali berfungsi, padahal hasrat seksualku cukup tinggi. Saat nonton dengan Niki, entah kenapa batangku tiba-tiba bangun mengeras, persis layaknya saat aku normal.

Sesudahnya kami sering jalan sama-sama. Pulang kantor kalau Niki tidak kuliah, kami jalan pakai mobilnya, biasanya makan malam sambil ngobrol bertukar pengalaman masing-masing. Pernah kusinggung tentang hubungannya dengan Aji dan Fendi. Niki hanya ketawa, tapi secara tidak langsung ia cerita soal hubungan dengan keduanya, dan alasan kenapa ia tertarik. Hanya, di antara kami bertiga katanya aku yang paling nyaman diajak jalan, karena yang lain tidak mau terbuka, maunya 'ngumpet-ngumpet'.

Dua bulan berlalu hanya diisi dengan makan, ngobrol, nonton pameran dan hal-hal yang sejenis, tapi kami sudah sangat dekat. Di hari ulang tahunnya, Niki kuhadiahi souvenir dan ciuman di pipi. Lalu satu ketika aku pulang dari tugas ke Bali, ia kubawakan oleh-oleh baju. Spontan ia menciumku di bibir yang membuatku terperangah, terlambat bereaksi. Niki meninggalkanku terbengong-bengong.

Hangatnya: Juli 1993 ..

Malamnya (atau beberapa hari sesudahnya, aku agak lupa) ia mengajakku ke Ancol. Sambil makan bihun goreng ia memintaku cerita tentang pacar-pacarku yang disimaknya dengan antusias. Tentu saja aku cerita yang perlu-perlu saja. Sesudahnya obrolan dilanjutkan di mobil.

Niki duduk di jok driver, aku di sebelahnya. Ia menghidupkan mesin, menyalakan AC dan musik. Lalu sambil berdendang mengikuti lagu (kuingat, lagunya The Beauty and The Beast) ia merebahkan sandaran jok, aku juga. Mengikuti suasana hati, kami berduet sambil tangan saling menggenggam. Lalu terbawa suasana rileks dan syahdu, tangannya yang dalam genggamanku secara naluriah kubawa ke bibir, kucium lembut. Tiba-tiba bibir kami mendekat, kami berciuman.

Seperti air mendidih di panci tertutup, begitu dibuka uapnya menyembur ke mana-mana, begitulah kami. Begitu bibir menempel kami bengong, diam sekian detik, lalu meluap! Ganas lidahnya yang menjelajahi rongga mulutku tidak kubiarkan, lidahku menjulur membelit lidahnya. Sementara bibir menempel ketat, tanganku tidak lagi menggenggam, tapi sudah menjelajah ke pinggang, punggung dan perutnya, lalu dilanjutkan dengan membuka kancing kemejanya.

Niki akhirnya menyeberang ke jok tempatku, merapatkan pelukan untuk menumpahkan kedekatan kami dalam bentuk yang lebih nyata. Jok yang didisain untuk satu orang ternyata muat untuk berdua, bahkan masih cukup ruang untuk saling melucuti pakaian.

Sementara tanganku menyusup ke BRA-nya, Niki membuka Zip celanaku, juga jeans-nya sendiri. Batangku yang tegak mengintip dari pinggir CD makin mengeras oleh remasan jarinya. Aku melepas kaitan BRA, membuat sepasang buah ranum itu bebas mengembang. Penjelajahan jariku di putingnya membuat Niki mendesis seperti kepedasan.

Aku menarik Niki ke atas tubuhku yang telentang di jok. Kurengkuh tubuhnya hingga buah dadanya terjangkau oleh bibirku. Lembut kujelajahi buah ranum itu dengan lidah dan kuhisap putingnya perlahan. Aku berusaha melepaskan jeansnya sampai ke bawah pantat hingga tanganku bebas menyelusup ke dalam CD, mengusap lipatan pangkal pahanya yang basah dibanjiri cairan birahi, membuatnya menggelinjang. Tanganku kutekuk hingga jariku dapat menggapai klitorisnya.

Niki terlonjak oleh sentuhanku. Ia menegang sejenak, lalu sambil menggelinjang menggosok-gosokkan mulut vaginanya pelan ke jari-jariku yang terjepit oleh pangkal paha dan lipatan jeans. Dengan mata terpejam menikmati hisapan di putingnya, gesekan Niki di jariku semakin cepat, dan Niki mengerang sambil mendekap kepalaku erat-erat, lalu melemas dalam pelukanku, ia orgasme.

Sesudahnya Niki mencoba membangunkan penisku yang lemas akibat gesekan jeans yang agak menyakitkan. Aku menolak dan dia agak kecewa (problemku kini, bila ada gangguan sedikit saja yang mengurangi kenyamanan akan berakibat 'burungku' kehilangan kekerasannya). Kuyakinkan ia bahwa aku tidak apa-apa.

Dalam perjalanan pulang kuceritakan problemku itu pada Niki, ia dapat mengerti. Dan kami kembali ngobrol dengan asyik. Kami makin dekat lagi!

Hari-hari berikutnya kami jadi terbiasa petting di mobil (hanya petting karena ternyata ia masih virgin), dan Niki selalu berusaha membantu membesarkan hatiku agar lebih percaya diri. Tapi aku tetap belum berhasil orgasme, sekeras apapun penisku selalu saja pada akhirnya melemas tanpa sebab.

Mendidihnya: September 1993 ..

Suatu ketika kami 'ngetem' di parkiran Taman Ria Senayan (waktu itu masih arena bermain anak-anak, dan kalau malam dipakai parkir warga ibukota yang ingin kencan di mobil). Setelah persiapan beres (pipis, cuci tangan, Aqua dan tisyu, blazer di gantung di jendela) kami mulai bersantai di jok belakang.

Sambil saling melepas pakaian, kami melakukan fastkissing, ia begitu pandai membangkitkan birahi dengan ciuman-ciuman kilatnya di sekujur tubuhku, sehingga begitu lembar terakhir pakaianku lepas, batangku sudah sangat keras.

Ukuran jok belakang hanya sepanjang tubuh lebih sedikit. Di situ tubuh telanjang Niki tergolek telentang dengan kaki kiri terjuntai di lantai mobil, kaki kanannya mengait ke jendela yang dibuka sedikit. Sambil jongkok di depannya, ciumanku menjelajahi leher dan dadanya seraya tanganku mengusap tubuhnya.

Sinar bulan yang menerobos dari rear window membuat tubuh telanjang Niki berkilauan. Buah dadanya yang besar nampak berkilat oleh jilatan lidahku, membuat gairahku memuncak. Sementara tangannya meremas batangku yang makin mengeras, jariku yang licin oleh cairan birahinya menggosok kelentitnya, pelan dan teratur.

Dengan menelungkupi tubuhnya, ciumanku kini menjelajahi perutnya, menggeser ke bawah pelan-pelan membuat tubuh Niki yang hangat bergetar. Lalu kepalaku membenam di antara pahanya yang terbuka, memudahkan lidahku menjilati celah vaginanya. Niki menggeliat mempererat genggamannya pada kemaluanku yang dibasahi dengan cairan yang menetes dari kepalanya, lalu mengocoknya seirama dengan sentuhan lidahku di kelentitnya. Kocokan dan desahannya membawaku pada perasaan yang sudah lama tidak kualami.

"Hmm.. Ki, kayaknya aku mau keluar.." aku berbisik sambil menciuminya.
"Keluarin aja.., gesekin aja ke memek.. Niki juga hampiir.."

Aku berputar, mencoba menindih Niki di jok yang ukurannya tidak memadai untuk kegiatan ini dan berusaha menggesek-gesekkan batang kemaluanku yang sedang pada puncak kekerasannya ke bibir vagina Niki yang sudah banjir oleh cairan kenikmatan yang meleleh dari liang perawannya. Rasa nikmat yang hampir terlupakan kini merambat ke seluruh tubuh, berputar, bergulung, mendesak memenuhi pucuk batangku.

Akhirnya Niki menggeser pantat ke pinggiran jok seraya menekuk kedua pahanya ke atas, sehingga dengan berlutut aku dapat menggesekkan leher kemaluanku di celah vaginanya, menggelitik klitorisnya yang membuat Niki mengerang. Gelombang dahsyat bergulung-gulung di seluruh tubuhku, mendesak-desak ke ujung kemaluan, dan akhirnya menyembur membasahi perut Niki. Akhirnya, AKU BISA ORGASME LAGI! (Aku tidak akan lupa kejadian itu Ki..!).

Dari pengalaman itu Niki menyimpulkan bahwa untuk dapat orgasme aku harus santai, tidak buru-buru, telanjang total dan privacy. Sejak itu petting dilakukan di hotel, motel, atau kalau terpaksa di mobil harus di tempat yang bebas gangguan.

Aku dapat memijat sedikit, dan Niki menyukainya. Biasanya Niki telungkup, kumulai dengan memijat telapak kaki, paha, pantat terus naik ke punggung. Saat memijat lengan, kadang-kadang Niki sudah tidur. Aku biarkan saja sementara aku baca-baca atau nonton film. Saat ia bangun baru kami mulai bercumbu.

Pernah juga saat aku telentang dan ia di atas menciumiku, tiba-tiba ia memborgolku di tempat tidur. Aku telentang tidak dapat menggerakkan tangan, hanya dapat mengejang dan menyepak. Sementara ia dengan ciuman dan jilatannya di seluruh tubuhku membuat batang kemaluanku tegak mengeras. Niki lalu menunggangiku, menyusuri leher kemaluanku dengan belahan vaginanya yang basah oleh cairan birahi. Kelembutan bibir vagina yang basah mengusap leher dan kepala kemaluanku, membuat rasa nikmatku membubung tinggi. Dengan cepat aku mencapai orgasme.

Niki juga menyenangi posisi konvensional. Aku di atas dengan tangan menggenggam batang kemaluan, terus helm-ku kuusapkan di mulut vaginanya. Cairan pembuka yang menetes dari ujung penis membasahi permukaan bibir vagina, melicinkan sentuhan ke klitorisnya. Rangsangan itu membuat cairan vaginanya membanjir. Kepala kemaluanku yang berlumuran cairan menjelajahi klitoris dan mulut vaginanya membuat Niki menggelinjang, mengerang sambil mencakari punggungku sampai ia orgasme.

Tiba giliranku, Niki merapatkan pahanya, menjepit batang kemaluanku yang basah licin menggesek di mulut vaginanya seolah digiling-giling. Dengan menggerakkan batangku keluar masuk jepitannya, maka tidak lama kemudian aku pasti menyusul.

Bersambung ...

0 The power of love - 2

Hubungan seperti ini berjalan setahun lebih, sampai aku merasakan ada yang berubah. Tiba-tiba ia jadi pemurung, sering kulihat ia melamun dan terkejut bila kusapa. Aku tahu ia punya masalah berat yang sulit diselesaikan. Hubungannya dengan Aji dan Fendi juga semakin kusut (masalah ini aku tidak dapat kuceritakan dengan jelas, soalnya Niki keberatan).

Perubahan ini mulai kurasakan sejak gagalnya rencana perayaan setahun kami jalan bersama. Akhir April Niki menghilang beberapa hari, dan tidak biasanya ia tidak menjelaskan kepergiannya (aku menduga ada kaitannya dengan Aji atau Fendi). Aku tidak banyak tanya karena mencoba menghargai privacy-nya. Kami tetap jalan seperti biasa, bahkan belakangan Niki makin manja, ia makin sering minta dipeluk pada saat kebersamaan kami. Kalau usai ku-'massage', Niki sekarang ingin tidur dalam pelukanku, saat seperti itulah Niki terlihat tenang dan damai.

Lalu misteri ini pelan-pelan terungkap: Juli 1994 ..

Saat itu kami istirahat di salah satu tempat di Putri Duyung, Ancol. Setelah makan, mandi, ia kupijat dengan telungkup di tempat tidur, tapi tumben ia tidak tidur. Usapanku di sisi dalam pahanya malah membuat Niki meninggikan pantatnya membuat bibir kemaluannya mencuat menantang. Aku tidak tahan, sambil tetap memijat lidahku menjilati bibir kemaluannya dari belakang. Niki menjerit-jerit kecil sambil menunggingkan pantatnya.

Tiba-tiba ia merengkuh tubuhku, membuatku terguling. Ia berbalik menindihku, lalu kami bergelut bergulingan dengan bernafsu. Sementara bibir-bibir saling melumat, organ sensitif kami saling menggesek dan menekan.

Dengan batang kemaluan yang keras dalam genggamanku, aku menindih, menggesek klitorisnya dengan ujung helm-ku yang basah oleh sperma yang mulai menetes. Niki hanya telentang diam dengan paha melebar. Saat kepala kemaluan kugesekkan di mulut vaginanya, ia memejamkan mata, merintih seperti bayi minta susu.

"Sakit Ki..?" aku berbisik.
Niki menggeleng, "Enaak..!" sahutnya.
"Kamu suka..?" tanyaku lagi.
Niki tidak menjawab, hanya merengek manja, "Mmhh.. di luar aja enak. Apalagi di dalem.." rintihnya dengan napas memburu.
"Teruus gesek.. iyaa.. di situ enak.. uhh.. tekeen..!"

Desakan kenikmatan yang meluap di sekitar kepala kemaluan tidak terasa membuat gesekanku semakin keras menekan mulut kemaluannya. Tiba-tiba.., slebb..! Kepala kemaluanku menyeruak ke dalam mulut liangnya. Niki terlonjak, matanya terbeliak sambil mendesah seperti merasakan kenikmatan. Rasa nikmat yang aneh tiba-tiba memenuhi kepala kemaluanku yang terjepit mulut vaginanya. Aku kaget karena kehilangan kontrol. Cepat kucabut batangku dan kugosokkan ke belahan bibir vagina seperti yang sudah-sudah.. maju.. mundur.. maju.. mundur, dan Niki mengejang.. muncratlah spermaku di perutnya.

Aku tidak pernah membahas peristiwa itu. Yang pasti Niki tidak perawan lagi, dan selama ia tidak ingin cerita aku juga tidak mau menanyakan. Aku jadi merasa 'hanya' teman walaupun sangat dekat, dan tidak berhak mengusut atau menginterogasi soal siapa, dimana, dan kapan terjadinya, itu adalah rahasia pribadi Niki.

Kami masih terus jalan dan semakin dekat. Kadang aku berusaha untuk menjauh supaya ia punya keleluasaan untuk memilih 'teman masa depan' yang terbaik untuknya, tapi usahaku selalu gagal. Niki bukan lagi sekedar teman jalan, tapi juga 'kebutuhan' untukku. Aku juga tidak pernah lagi mencoba untuk menyelipkan batangku ke dalam liang vaginanya pada percumbuan kami sesudahnya, kami tetap 'main di luar'.

Agustus 1994 ..

Aku beberapa kali melamarnya, dan ia selalu mengelak (dengan alasan yang dapat kuterima tapi tidak dapat kumengerti). Walau demikian ia semakin sering mendampingiku secara terbuka dalam berbagai kegiatan, sehingga semua orang menganggap kami pacaran.

Menyatunya: 12 November 1994 ..

Niki mengajakku ketemu untuk bicara sesuatu. Hari itu kami mangkal di sekitar Cempaka Putih. Setelah selesai makan, mandi dan sebagainya, Niki (tumben) mengajakku bicara serius.

Kami menggeletak telanjang, berpelukan di tempat tidur. Dengan sedikit tersendat ia memulai ceritanya, intinya ia berterima kasih aku telah melamarnya, tapi ia tidak dapat menerima karena merasa sudah tidak perawan lagi dengan suatu alasan yang tidak ingin diceritakan. Niki bertekad menikah dengan orang yang merengut keperawanannya (Aji? Fendi? Entahlah..), biarpun ia tidak yakin akan bahagia.

Ia bercerita sambil membenamkan wajahnya dalam pelukanku. Kata demi kata kudengarkan seiring linangan airmatanya di dadaku, jiwaku bagai melayang tanpa tubuh. Aku tidak dapat berkomentar apa-apa kecuali mempererat pelukan.

Beberapa saat kami membisu. Aku mengelus rambutnya, tubuh telanjangnya kujelajahi lembut dengan ujung jari.
Akhirnya aku tanya, "Sekarang kamu mau nggak jadi istriku?"
Ia menggeleng.
"Kalau nggak seperti ini, kamu tetap menolakku?" tanyaku lagi.
Ia terdiam, tidak menjawab.
Kutegaskan lagi, "Seandainya nggak ada kejadian itu, kamu mau nggak jadi isteriku?"
Ia tidak menjawab, tapi mengangguk pelan sambil mempererat pelukan.

Anggukannya mengembalikan semangat ke dalam tubuhku. Kucari bibirnya dan kuciumi pipinya, hidungnya, lehernya dengan hangat dan mesra, sementara tanganku mencari putingnya.
"Apapun keadaan kamu, aku pingin kamu jadi isteriku." bisikku sambil menciuminya lagi dengan lebih bernafsu.
Tanganku menjelajahi buah dadanya yang besar dan padat, kuremas pelan-pelan. Birahi kami semakin bergolak, bibirku pindah ke dadanya dan kukulum putingnya yang mulai mengeras.

Niki membiarkan bibirku menjelajahi perutnya yang rata dihiasi pusar yang mungil, sementara jariku memilin putingnya. Ia hanya mendesah sambil mengusap-usap kepala dan punggungku. Geliat kecil di pinggulnya saat lidahku mulai menjilati pinggiran semaknya yang tercukur rapi, membuat nafsuku semakin bergolak. Niki mulai melebarkan paha, membuat bibir vaginanya merekah terpampang di hadapanku. Pinggulnya yang terangkat mengundang lidahku untuk mengecap aroma khas dari cairan birahinya yang mulai menetes, tapi aku mengalihkan penjelajahan lidahku ke paha kirinya.

Dengan lembut jilatan lidahku menjalar sepanjang tepi dalam pahanya sampai ke mata kaki, lalu pindah ke kaki kanan menyusur menuju pangkal paha. Niki hanya mendesah dengan kaki kadang mengejang. Sampai di pangkal paha, kembali aku berhadapan dengan vagina merah merekah. Lidahku kini mulai menyapu labia mayora yang menebal, membuat pinggulnya melonjak, lalu berputar-putar di tepinya, Niki tersentak dan mendesah, akhirnya lidahku mendarat di klitoris.

Niki terlonjak, ia tidak lagi mendesah tapi mulai melenguh, tangannya menjangkau tongkatku yang sudah sangat keras, mengocok dan meremasnya. Jilatan di klitorisnya membuat Niki mengerang kasar sambil mengejang, mendesakkan mulut kemaluannya ke mulutku.

Aku berputar mengambil posisi di atasnya. Kembali kuciumi bibirnya dengan lembut, lalu dalam posisi konvensional kugosokkan batang kemaluanku yang sudah sangat keras ke mulut liangnya. Niki terbeliak sambil mendesah, mulut vaginanya bergerak menyesuaikan sapuan kepala penisku. Cairannya makin membanjir membasahi kepala penis yang makin kuat menekan sambil mondar mandir antara klitoris dan liang vagina. Putingnya makin mengeras, dadanya dipenuhi bintik kasar menandakan birahinya sudah tinggi.

Sementara itu batangku telah berada pada puncak kekerasannya, kepalanya yang licin oleh lumuran cairan birahi kutahan di mulut vaginanya. Dalam gerak memutar kutekan batangku sedikit demi sedikit, kugoyang-goyang, kutekan.. goyang.. tekan.. goyang.. tekan, dan.. bless.. kepala kemaluanku menyeruak ke dalam liangnya. Ia mengejang, maka kutahan dalam posisi itu menunggu reaksinya.

Niki malah menciumi bibirku, memeluk erat tubuhku, menggeliat seraya mendesakkan pinggulnya. Batang kemaluanku yang kepalanya sudah tertanam di liang vaginanya kembali terdorong pelan, membenam menyusuri lorong sempit yang membawaku mendaki kenikmatan yang sudah lama sekali tidak kurasakan.

Niki kembali mengerang, tangannya yang memeluk punggung mulai mencengkeram. Lalu saat batangku kutarik dan kutekan lagi, ia menggaruk dan mencengkeram. Batangku keluar masuk makin cepat, ia menggaruk, mencengkeram, mencakar sambil mengerang, kadang menjerit kecil. Makin cepat lagi dan kuputar-putar, ia mencakar, menjambak, mengerang, menjerit, mengeluh, dan mengelinjang.

Aku menancapkan batangku dalam-dalam, wajahku menyusup di bahunya sambil memeluk erat. Denyut-denyut kenikmatan yang menggumpal di ujung kemaluanku serasa akan meledak. Lalu kemaluanku memompa liangnya dengan gerakan kecil super cepat, aku mengerang, melenguh.. Aku KELUAR..! Beberapa detik Niki masih menggelinjang, lalu diiringi jeritan kecil ia menegang dan menggigit leherku. Niki juga KELUAR..!

Esoknya aku mengirim surat panjang sekali, intinya kukatakan setelah peristiwa semalam aku menempatkan diriku sebagai suaminya. Dengan persetubuhan itu, mestinya aku juga berhak menikahinya. Kukatakan, buatku tidak penting ia perawan atau tidak, lebih penting asal ia dapat bahagia bersamaku.

Niki tidak pernah menjawab secara tegas ajakanku, tapi ia berangsur kembali ceria. Dari peningkatan hubungan kami, aku menduga aku diterima. Jatahku secara kualitas meningkat drastis. Kegiatan kami sekarang adalah saling belajar membangun kenikmatan bersenggama, saling mengenal kesenangan masing-masing.

Bersambung ....

0 The power of love - 3

Oh ya, perlu dijelaskan, Niki tinggal sendiri di Jagakarsa terpisah dari orangtuanya. Seminggu sekali kadang orangtuanya datang menginap, tapi sehari-hari ia hanya ditemani pembantu. Dalam masa-masa itulah aku sering menginap di rumahnya. Sesekali ia menginap juga di rumahku, tapi tentu tidak terlalu leluasa karena aku masih tinggal bersama orangtua di Jakarta Timur.

Di rumah Niki terbiasa pakai kaos buntung dan celana pendek longgar tanpa BRA dan CD. Untukku juga tersedia kostum yang sejenis, sehingga kami dapat saling remas saat para pembantu tidak memperhatikan. Niki juga menjalankan latihan KEGEL secara intensif untuk mengendalikan otot pubokoksigisnya. Berkat latihan ini vaginanya kemudian mampu meremas-remas penisku, bahkan belakangan ia dapat mengurut penis dengan liang kenikmatannya. Kalau penisku sudah menancap dalam, aku diam saja dan vagina Niki akan mengurutnya pelan mulai dari pangkal sampai ke kepala bolak balik.

Dengan 'ilmu sakti'-nya itu (demikian aku menyebutnya) aku sering 'kalah'. Untungnya aku dibolehkan meneliti habis vaginanya, sampai aku hapal sekali vagina dan seluruh isinya. Niki dengan telaten menuntunku dengan ekspresinya yang merespon setiap eksperimen lidahku, sehingga aku hapal; yang 'geli', yang 'enak', yang 'enak banget', sampai yang 'gilaa..!'. Aku tahu benar setiap titik di sekitar kemaluan dan pengaruhnya bila kusentuh dengan lidah atau jari. Biasanya Niki orgasme duluan oleh lidahku, baru aku menyusul oleh remasan saktinya.

Variasi Perjalanan: Februari 1995 ..

Niki kuajak untuk suatu urusan di Solo, semula ia ragu-ragu tapi akhirnya setuju. Namun karena persetujuannya mendadak, kami kehabisan tiket kereta, sementara ia tidak mau naik pesawat, "Terlalu cepat.." katanya. Akibatnya perjalanan terpaksa ditempuh dengan travel, apa boleh buat. L300 Diesel dengan musik berdentam dan AC yang dingin sekali akan menemani kami semalaman.

Jok sebelah supir di isi TKW usia 20 tahunan yang baru pulang mudik, penumpang lain adalah dua pasangan tua dari SUMBAR yang mau menghadiri wisuda anaknya di Yogya, tiga orang menempati baris tengah dan yang keempat bersama aku dan Niki di deret belakang. Bapak itu di kiri, lalu aku, terakhir Niki dekat jendela.

Selewat makan malam di Cianjur, bapak di sebelahku sudah tidur pulas membelakangi, kepalanya bertumpu bantal menempel ke jendela. Ibu-ibu di depanku yang heboh cerita dalam bahasa daerah juga sudah mulai hilang suaranya, tinggal suara si TKW di depan yang asyik bercanda dengan si supir. Niki yang sejak berangkat sudah menyandar pulas di bahuku malah terbangun.

Setelah mengudap snack dan minum, Niki kembali meringkuk kedinginan di sebelahku. Agar nyaman Niki kusarankan pindah ke tengah, lalu menyandarkan punggung di dadaku. Ia kuselimuti dari leher sampai ke lutut dengan jas panjang yang sengaja kubawa, sekalian menyembunyikan tanganku yang memeluk dadanya, sementara pipinya yang dingin menempel di pipiku. Lumayan, ia tidak kedinginan lagi, dan kami pun mulai siap-siap memejamkan mata.

Aku hampir terlelap saat iseng kulihat ke depan, si TKW sedang menggelinjang dengan tubuh makin merapat ke tengah. Dari gerakannya aku yakin bahwa ia sedang digarap oleh si supir. Ternyata benar, posisi spion atas memberiku pandangan tepat ke dada si TKW. Dari sinar lampu jalan yang menyorot selewatan kulihat buah dadanya sudah terbuka dan sebuah tangan nampak memilin putingnya. Ngantukku hilang tapi aku terus pura-pura tidur, tinggal mataku mengintip menantikan jatuhnya sinar lampu jalanan.

Tontonan itu membuat tanganku yang memeluk dada Niki tidak dapat diam. Pelan-pelan aku mulai mengusap, mencari bagian-bagian yang tidak tertutup BRA sehingga dapat kurasakan kehalusan kulit Niki lewat kaos tipisnya. Belum cukup, akhirnya tanganku menyusup ke dalam, menemukan kulit perutnya yang halus. Setiap Niki mengeluh aku berhenti mengusap, aku tidak ingin membangunkannya, tapi kehalusan kulit Niki ditambah tontonan si supir kurang ajar itu membuatku sangat terangsang.

Tiba-tiba kepala Niki yang menyandar di bahuku bergerak, bibirnya mencium telingaku membuat tanganku langsung berhenti, celakanya jariku dalam posisi terjepit diselipan BRA.
Niki ketawa pelan, "Udah, buka aja kaitannya..!" ia berbisik di telingaku.
Aku malu tapi kepalang nafsu, kubuka juga kaitan BRA-nya, membuat isinya menggantung.

Di balik jas yang menyelimuti tubuh Niki, tanganku menjelajah kedua bukit kembar yang kenyal seiring tangan lain yang meremasi dada si TKW. Saat puting Niki makin mengeras, tangannya menuntunku menyusup ke celana trainingnya, berakhir dengan menyelinap ke mulut vaginanya yang sudah basah. Ia menggeliat pelan tapi tidak berani mengerang, desahannya ditahan tinggal jadi desis, sambil pinggulnya mencari posisi supaya sentuhan jariku ke kelentitnya dapat maksimal.

Saat istirahat di Banjar Patoman Niki sudah orgasme. Sambil menunggu makan kami ke kamar mandi, Niki membersihkan vagina sedangkan aku mencuci senjataku yang tegang agar sedikit lemas. Di kamar mandi kami ketemu si TKW, ia mengganti celana jeans-nya dengan training pack. Tontonan nanti pasti lebih seru, tapi aku terlanjur ngantuk sekali.

Sampai di Solo masih pagi, tapi orang serumah sudah bangun semua. Aku dan Niki langsung tidur pulas di kamar ibuku. Sekitar jam 8 kami bangun, langsung sarapan. Rangsangan semalam yang belum tersalurkan membuat penisku tegang terus tapi aku tidak berani macam-macam di kamar itu, Niki juga menolak keras. Akhirnya aku ke kamar mandi, sekalian buang air mencoba 'ngeluarin sendiri'.

Aku menyabuni batangku yang sangat tegang, denyut-denyut kenikmatan baru mulai menjalar saat kudengar senandung suara merdu Niki di sebelah. Seperti umumnya rumah kuno di Solo, kamar mandiku berukuran besar dan tinggi. Begitu jaman berubah, kamar mandi itu disekat dua dengan tembok setinggi 2 meter, tapi masih tersisa ruang terbuka sekitar satu meter di atasnya. Sekarang Niki berada di kamar mandi sebelah terpisahkan dinding, sambil bersenandung kecil membasahi tubuhnya dengan siraman air.

"Kamu mandi Ki..?" aku memanggil pelan.
"Ehh.. Kamu ngapain Mas..?" jawabnya, berhenti menyiram.
"Sstt.., jangan berisik yaa.., aku mau ke situ..!"

Dengan susah payah aku memanjat pemisah untuk menyeberang ke sebelah. Niki membantuku turun dari tembok. Niki dengan tubuh indahnya kini berdiri di hadapanku. Rambutnya yang baru disiram jatuh di belakang telinganya, dengan sisa-sisa air menetes lewat leher yang jenjang terus mengalir ke bahu dan dadanya yang bulat merangsang. Ia memandangku dengan sorot tidak percaya.
"Dasar nekat.." ia bergumam.

Tanpa basa basi aku langsung memeluknya, menciumi bibirnya yang merekah segar. Sambil aku merasakan kesegaran tubuhnya yang basah, aku merengkuh dan meremas pantatnya yang kenyal, membuat tubuh bagian bawahku menggesek bawah perutnya. Niki mengelinjang dalam pelukanku, menikmati gesekan di sekitar daerah sensitifnya.

"Ssstt.. bersihin dulu..!" ia melepaskan diri dari pelukan, lalu menyirami tubuhku dengan air segar dan menyabuninya dengan lembut seperti memandikan anak kecil.
Tangannya yang dipenuhi busa sabun dengan telaten menggosoki seluruh bagian tubuhku, memberikan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Saat tangannya menyabuni penisku yang tegang, nafsuku sudah memuncak. Tidak tahan lagi Niki langsung kududukkan di pinggir bak mandi, lalu kuciumi vaginanya dengan bernafsu. Dengan sebelah kaki bertumpu di pundakku, Niki menggelepar oleh sentuhan lidah di klitorisnya yang mengembang sebesar kacang tanah.

Aku tidak berlama-lama, setelah cairan birahi memenuhi kemaluannya kusuruh ia menungging berpegangan bibir bak mandi, lalu aku menyodok masuk dari belakang. Nafsu yang tertahan semalaman ditambah kehebatan gerakan Niki luar dalam (di luar: goyangan pantatnya, di dalam: remasan vaginanya) membuat denyut-denyut kenikmatanku meningkat dengan cepat. Dalam waktu singkat kenikmatan yang meggumpal di kepala kemaluanku menyembur, diselesaikan dengan pijatan vagina Niki yang merata di seluruh batangnya. Aku lemas tapi harus memanjat kembali. (Sorry Ki, ML kilat, aku keluar duluan, dan kamu belum).

Variasi Ruang belajar:

Di rumah, kami biasa bercinta dimana saja, tapi tempat yang jadi favorit adalah ruang belajarnya yang berfungsi rangkap sebagai tempat bertengkar, diskusi, sampai tempat untuk eksperimen berbagai variasi persetubuhan.

Satu saat aku sedang di ruang belajar, asyik di depan komputer. Ia duduk di sudut dan tumben pakai daster. Aku mengalihkan pandangan ke tempat Niki yang duduk menyilangkan kaki.
"Tumben pake daster Ki..?" aku menyapa.
Ia tidak menjawab hanya melempar pandangan nakal sambil mengangkat kaki kirinya perlahan lalu disangkutkan di lengan kursi, tepi dasternya ikut terangkat, dan astaga.. ia tidak pakai CD, dan terpampanglah pemandangan indah di depanku.

Bibir kemaluannya yang tebal ditumbuhi rambut halus menggunduk di hadapanku. Dengan mengangkat kaki, kemaluan itu merekah menantang membuat klitorisnya yang merah coklat mengintip dari belahan vaginanya. Aku langsung terangsang, kuhampiri pangkal paha Niki yang mengangkang.

Mula-mula kucium lutut kirinya yang tersangkut di lengan kursi, lalu perlahan merambat menyusuri bagian dalam paha menuju pangkalnya, sementara itu jari-jariku menyentuh bibir kemaluannya yang tebal, menggosoknya dan meremas lembut. Saat bibirku mencapai pangkal pahanya, tanganku beralih menyusup ke atas, meremasi buah dada dan memilin putingnya. Sementara lidah menjilati klitorisnya, jariku yang lain menyelusup dan mengocok liang kemaluannya.

Sambil menjerit-jerit kecil, Niki menjambak habis rambutku.
"Udah Yaang.., masukin yang ituu..!" ia mulai merintih-rintih keenakan.

Dengan berjongkok aku mengarahkan batangku ke liang nikmatnya. Dalam posisi sulit karena kursinya kependekan, kemaluanku berhasil juga menyumpal mulut liangnya. Niki meremas lenganku saat kemaluanku perlahan mendesak memenuhi lorong nikmat yang dindingnya berdenyut-denyut. Dengan berlutut aku menggoyang pinggul maju mundur, mengocok liangnya yang menjepit erat penisku. Saat kakinya memeluk pinggangku dengan ketat, aku muncrat dengan penis menancap penuh di vaginanya yang sudah orgasme duluan.

Bersambung ....

0 Tetanggaku yang cantik

Aku adalah salah seorang penggemar situs Rumah Seks. Sudah cukup lama aku menjadi penggemar, dan baru kali ini aku membagi pengalamanku kepada para pembaca. Kisah ini terjadi pada bulan February tahun 1999, dimana saat itu aku baru saja pindah rumah ke suatu kawasan pemukiman elite di daerah Jakarta Selatan. Namaku adalah Johnny (bukan nama asli) dan usiaku 23 tahun. Untuk ukuran pria, aku memiliki penampilan lumayan, tinggi 173 cm, berat 67 kg, dan aku juga suka olahraga renang dan lari pagi.

Tetangga sebelah rumahku memiliki seorang anak gadis yang sangat menarik perhatianku. Setelah tanya sana sini, aku mengetahui bahwa namanya adalah Desy (bukan nama asli). Aku perhatikan dia juga suka lari pagi, dan aku lihat tidak ada yang menemani, jadi aku bertekat ingin kenalan dengannya suatu saat.

Saat yang tepat itu datang pada suatu pagi, dimana aku sedang lari pagi, aku mendengar langkah-langkah di belakangku, maka segera saja aku menengok ke belakang, ehh.., ternyata dia. Pucuk di cinta ulam tiba, pikirku. Aku segera memperlambat lariku agar dia dapat berlari di sampingku. Setelah dia ada di sebelahku, aku menoleh dan melempar senyum ke arahnya, dan dia membalas. Wahh.., bukan main manis senyumnya itu. Jantungku langsung berdegup dengan keras.

Kemudian aku menyapanya, "Hai, suka lari pagi juga ya..?"
Dia menjawab, "Iya, dari dulu kok. Aku memang hobby lari pagi. Eh.. kamu anak sebelah itu yang baru saja pindahan kan..?"
"Betul.., namaku Johnny. Kamu Desy kan..?" jawabku.
"Loh.. kok kamu tahu namaku? Dari siapa..?" dia tampak agak heran.
"Yaa.. aku tanya-tanyalah. Sebenarnya aku sudah beberapa hari ini melihatmu, cuman baru kali ini saja kita bisa bertatap muka." ujarku sambil tersenyum.

Desy mengajak berhenti sambil beristirahat. Kebetulan saat itu kami melintasi sebuah telaga yang memang berada di dalam pemukiman itu. Kami berdua berhenti sebentar sambil mengatur nafas. Kami berdua mengobrol dengan santai, dan aku perhatikan dia sering mencuri pandang ke arahku.
"Kapan-kapan main dong ke rumah. Aku jarang keluar, soalnya temanku tidak banyak." kata Desy.
"Oh ya..? Masak sih, gadis secantik kamu temannya tidak banyak..?" ujarku keheranan.
"Iya, betuull.., kalau nggak percaya ya sudah..," jawabnya sambil cemberut.
Wahh.., si Desy ini kalau cemberut wajahnya makin cantik. Aku suka sekali melihat parasnya itu.

Desy itu dapat dikategorikan gadis cantik dan menawan. Dengan tinggi 170 cm dan berat 52 kg, tubuhnya sangat ideal, kulitnya putih mulus, rambutnya panjang sepunggung, hidungnya mancung dan juga.., dadanya indah sekali. Aku taksir ukurannya sekitar 34A.

"Ya baiklah, aku percaya kok sama kamu, jangan marah ya. Aku bukannya tidak percaya, cuman heran saja gadis secantik kamu tidak punya kawan banyak." kataku.
"Udah deh.., mau nggak mampir?" katanya tidak sabar.
"Baiklah.., tentu saja aku bersedia. Kapan..?" tanyaku.
"Sekarang juga boleh kalau kamu bisa..!" jawab dia.
"Oh.. ok lah. Aku mau saja, tapi.. orang tua kamu bagaimana nanti? Aku belum kenal mereka." kataku.
"Tenang saja, ayah-ibu sedang ke luar negeri. Mereka baru balik minggu depan." ujarnya sambil tersenyum.

Kemudian kami berdua melanjutkan lari pagi yang sempat tertunda tadi. Sekarang kami berlari menuju rumahnya. Sesampainya di rumah dia, dia membuka pagar dan mempersilakan aku masuk. Aku masuk dan duduk di ruang tamu. Memang rumah ini tampak sepi.

"Pembantumu mana Des..?" tanyaku.
"Ohh.., dia lagi ke pasar. Kamu ikut aku saja, jangan duduk di sini, kamarku di atas kok..!" katanya.
Maka kami pun berjalan menuju ruang atas. Rumah ini sungguh luas. Memang aku tahu orang tua Desy ini adalah orang yang berada. Semua perlengkapannya luks.

Sesampainya di ruangannya, Desy membuka pintu kamar dan menyuruhku duduk di sofa. Setelah mengunci pintu, dia duduk di sebelahku dan tiba-tiba saja dia menyandarkan kepalanya ke bahuku. Dadaku berdegup kencang dan aku membelai rambutnya yang harum itu.
"Mas.., aku mau mandi dulu nih. Hmm.. mau ikutan nggak..?" dia bertanya.
Aku kaget juga, dalam hati aku berkata, wahh, berani juga cewek ini.
"Ya oke, siapa takut.." jawabku.
Dia menarik tanganku ke arah kamar mandi yang memang letaknya di dalam kamarnya itu.

Setelah kami berdua ada di kamar mandi, dia mulai membuka pakaiannya. Dadaku berdegup lebih kencang. Aku saat itu betul-betul seperti melihat Dewi yang baru turun dari langit. Sungguh indah tubuh Desy, benar-benar sempurna. Aku pun segera membuka seluruh pakaianku. Setelah kami berdua telanjang bulat, maka dia mengambil sabun dan mulai menyiramkan air ke badanku dan menyabuniku. Aku pun tidak mau kalah dan melakukan hal yang sama.

Setelah itu kami berdua berpelukan, aku menatap wajahnya dalam-dalam. Akhirnya perlahan kukecup keningnya, terus pipinya, dan akhirnya kukecup bibirnya yang telah merekah merah. Kami saling berpagutan dan lidah kami saling bertautan. Desy menciumku dengan ganas sekali, aku pun tidak mau kalah dan membalasnya. Aku mulai menciumi lehernya dan meninggalkan beberapa bekas cupangan di sana. Setelah itu aku mencium dadanya yang indah itu dengan puting yang telah tegak menantang, berwarna merah muda.
"Ssshh.. terus Mas..! Enak..!" Desy mendesis kenikmatan sambil mengusap-usap kepalaku.

Kemudian aku menjilat-jilat buah dadanya sambil mengulum putingnya bergantian kiri-kanan.
"Ohh.., yaahh.., terus Sayang..!" erang Desy.
Dari dada aku terus menjilati tubuhnya ke perutnya yang putih mulus dan rata itu. Terus ke bawah, ke arah pahanya, kakinya, dan aku mulai mengusap-usap kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang cukup rimbun. Kuciumi kemaluannya, dan tanganku membuka kemaluannya, dan aku dapat melihat lubang kemaluannya yang sudah basah dan berwarna merah muda. Aku mulai menjilati klitorisnya. Baunya sungguh harum dan aku sangat menyukainya.

"Auhh..! Sshh..! Terus Sayang..! Teruuss..!" Desy makin menjadi-jadi dan mulai menjambak rambutku.
Aku lama bermain di selangkangannya. Setelah sekitar 10 menit, dia menyuruhku duduk di atas closet dan dia mulai menjelajahi tubuhku dengan lidahnya. Dia menyapu mulai dari dadaku, turun ke perut dan tangannya mengelus-elus batang kemaluanku yang sudah tegak dengan panjang 19 cm dan lebar 3 cm.

Perlahan dia menempelkan mulut seksinya di ujung kemaluanku, dan mulai menghisapnya.
"Ahh.., enak Sayang.. teruus..!" erangku kenikmatan.
Dia memasukkan seluruh batang kemaluanku sampai habis dan menaik-turunkan mulutnya itu. Aku sungguh merasa seperti berada di awang-awang.

Setelah kira-kira 5 menit berlalu, akhirnya aku menaikkan badannya di atas bak mandi yang memang ukurannya lebar. Desy mengerti dan membuka pahanya lebar-lebar. Aku mulai menggesekkan ujung kemaluanku di klitorisnya.
"Ohh..! Ayo John.. aku sudah tidak tahan. Masukkan punyamu, Sayang. Pelan-pelan ya..! Aku sudah lama tidak mengalami hal ini." desah Desy.
Maka aku pun menuruti kemauannya. Aku mulai memasukkan kemaluanku perlahan ke dalam vaginanya.

Mula-mula terasa agak seret, untung saja dibantu dengan cairan yang keluar dari vagina Desy, sehingga perlahan tapi pasti kemaluanku terbenam seluruhnya di dalam vaginanya yang hangat dan berdenyut-denyut itu.
"Oohh..! Enak Sayang..! Ayo goyang..!" kata Desy.
Aku memaju-mundurkan pinggangku berirama, sementara itu bibirku mengulum bibirnya, dan tanganku meremas-remas kedua buah dadanya yang makin mengeras dan putingnya makin meruncing. Kadang aku ganti mengulum putingnya, sehingga Desy mendesah tanpa henti keenakan. Batang kemaluanku serasa dipijit-pijit di dalam liang vaginanya. Sungguh nikmat permainan kami berdua saat itu.

Setelah beberapa saat, kusuruh dia membalikkan badan, kedua tangannya bertumpu pada pinggiran bak mandi, dan kami mengganti posisi dengan gaya doggy style. Aku masukkan kemaluanku dari belakang, sedangkan kaki Desy yang satunya dia naikkan sedikit menginjak pinggiran bak mandi. Bless.., kemaluanku sudah tertanam sepenuhnya, dan aku mulai menggoyangkan pinggulku dengan berirama. Desy juga tidak mau kalah dan menggoyangkan pinggulnya ke depan, belakang. Kali ini aku menciumi dan menjilati punggungnya yang putih mulus ditumbuhi bulu-bulu halus, dan kedua tanganku memainkan putingnya, dan sesekali menelusuri bagian perut dan pahanya. Kami melakukan gaya itu selama kurang lebih 15 menit.

"Ahh..! Nikmat Sayang..! Teruuss..! Aku tidak lama lagi mau keluar John.., ayoohh..!" erang Desy.
"Aku juga mau keluar Des.., keluarinnya di dalam apa di luar..?" tanyaku.
"Di dalam saja, Sayang..!" jawab Desy.
Beberapa menit kemudian, milik Desy bertambah kuat denyutannya, dan aku tahu dia mau mencapai orgasme. Maka aku pun mempercepat irama goyanganku, dan kukulum bibirnya sambil tangan kiriku memainkan puting susunya sebelah kiri.

"Ohh.., aku keluar Sayang..! Aauhh..!" tubuh Desy menegang, dan aku merasakan semburan cairan vagina Desy di kemaluanku.
Aku juga merasakan akan keluar, "Aku juga keluar Sayang..! Ohh..! Sret.. sret.. sret..!" spermaku dengan deras menyemprot ke liang senggama Desy.
Aku memeluk tubuhnya, dan kami berdua berpelukan. Kemaluanku kutancapkan sedalam-dalamnya di dalam liang senggamanya. Aku masih memeluk tubuhnya dengan erat sambil mengatur nafas.

"Jangan dicabut dulu ya Sayang, aku masih ingin merasakan milikmu di dalam milikku..!" ucap Desy.
"Oke..!" jawabku sambil tersenyum.
Kucium lagi bibirnya yang sungguh seksi itu, dan kupeluk dengan erat tubuhnya.
"Thanks ya Sayang, aku sungguh puas hari ini." kataku.
"Iya, aku juga puas Sayang. Aku mau begini terus sama kamu..!" timpal Desy.

Setelah itu kami berdua mengambil handuk dan mengeringkan badan serta berpakaian. Aku pamit dengan Desy dan pulang ke rumah. Besok kami berencana mau mengulangi lagi apa yang kami alami tadi. Sekian cerita dari saya. Semoga anda semua puas membacanya, dan jika ada saran maupun kritik, silakan kirim ke email saya.

TAMAT

0 Tetangga ohh tetangga

Kisah ini berawal dari kehidupan bertetangga, kebetulan tetanggaku itu memiliki dua gadis remaja yang satu SMA, sedangkan yang satunya lagi masih SMP. Mereka tinggal bersama ibu dan pembantunya. Sedangkan aku saat itu masih SMA di sekolah yang sama dengan gadis tetanggaku. Namaku Richard sedangkan gadis SMA itu bernama Agnes dan adiknya bernama Tika.

Rumahku terletak tepat di sebelah rumahnya, rumahku bertingkat dua (ternyata rumah bertingkat ada gunanya juga yach), sedangkan rumahnya tidak bertingkat. Kami sering berangkat bareng apabila ingin pergi ke sekolah. Biasanya aku menunggunya di depan rumahku karena aku sudah mengintai segala kegiatannya termasuk jam pergi dan pulang sekolahnya. Karena seringnya kami pergi dan pulang sekolah bersama-sama maka keakraban kami bertambah dari hari ke hari dan ini merupakan anugrah yang sudah kuatur dengan baik (atau boleh dikatakan sebagai strategi) karena memang aku agak menyukainya dari atas ke bawah. Gambaran fisiknya adalah kulit putih mulus, seksi sekali dengan tinggi sekitar 165 cm dan berat badan sekitar 55 kg serta busung dada mungkin sekitar 34. Sedangkan aku bertubuh tinggi atletis tampang keren habis walau tak sekeren bintang film.

Masa-masa berteman, kami sangat akrab sehingga dia tidak merasa asing lagi di rumahku dan sebaliknya sehingga kami sering berduaan baik di rumahnya ataupun di rumahku yang menimbulkan rasa memiliki yang semakin tinggi. Hari yang penuh strategi terjadi pada minggu pada saat ia ditinggal oleh keluarganya ke mall, tinggallah ia sendiri di rumah. Dan karena hari masih pagi maka ia melakukan aktivitas mencuci bajunya sendiri sedangkan aku di atas loteng sedang melakukan pengintaian terhadapnya.

Pada saat dia sedang membungkuk untuk mengambil pakaiannya di dalam ember terlihatlah sepasang bukitnya yang terbalut BH warna merah (warna favoritku) runcing ke bawah yang mengakibatkan batang kemaluanku menegang sedikit demi sedikit memaksa ingin keluar dari CD-ku, ini diakibatkan karena posisinya yang menghadap ke rumahku. Peristiwa ini terjadi beberapa kali sehingga mengakibatkan aku terangsang berat. Sambil terus memandangnya tanpa lepas ternyata aku telah mengeluarkan batang kemaluanku dari kenikmatan tidurnya dan telah mengurutnya pelan-pelan, "Ah.. ah.. ohh", erangku dan mengocoknya dengan pelan-pelan sambil membayangkan dirinya dapat terlihat lebih seksi lagi, mengakibatkan aku melayang-layang ke awang-awang. Dan akhirnya setelah ia selesai menjemur pakaian dia pun pergi mandi.

Wah ini kesempatan baik nih, langsung saja kuhentikan kegiatan mengintaiku dan merangsang diriku dan kulanjutkan dengan strategi yang namanya menyergap lawan pada saat yang tidak diduga. Langsung aku pergi saja ke rumahnya dan kubuka pintunya perlahan kemudian aku pun telah berada tepat di depan kamar mandinya. Setelah itu aku mulai melakukan pengintaian lagi melalui lubang kunci kamar mandinya. Wah tetapi aku telat datang dan aku telah melihat bahwa dia sedang membelakangiku dan telah menyirami tubuhnya yang putih aduhai dengan bentuk pantat yang menungging ke arahku yang memberi kesan siap menerima rudalku.

"Ah.. ah.. ohh", secara tidak sadar aku pun telah mendesah-desah sambil mengusap batang kemaluanku dengan perlahan. Kugosok pelan tapi pasti sampai akhirnya tegang berat yang mengakibatkan aku menderita. Akhirnya kukeluarkan burungku dari sarangnya dan mulai melanjutkan dengan mengocoknya secara cepat. "Ah.. ah.. ah.. uh.. uh.. oh.. oh.. oh", desahku setiap aku mengocok kelaminku. Kemudian dia mulai menyabuni dirinya dan aku sedang menatap kemolekan tubuhnya dari samping. Wow.. bentuk dadanya yang seperti perosotan di kolam renang semakin merangsang libidoku. Dan secara reflek aku mulai mengocok dengan kencang sambil membayangkan sedang menyetubuhi tubuhnya yang indah.

"Ah.. ah.. ah.. ohh", desahku, sedangkan ia melantunkan sebuah lagu entah lagu apa karena konsentrasiku bukan ke sana. Ia mulai menyentuh payudaranya dan kemudian menyabuninya. "Ohh.." desahku lagi. Ah seandainya saja itu lenganku, kemudian turun lagi ke perut dan sekarang ia mulai menyentuh bibir kemaluannya yang masih sedikit ditumbuhi bulu-bulu. Dan kurasakan kemaluanku ingin mengeluarkan seluruh isi pelurunya dan langsung kuhentikan kegiatanku. Kemudian dia pun sepertinya sudah siap-siap keluar dari kamar mandi.

Kemudian aku pindah dan duduk di depan kamar mandi. Dan ternyata ia lupa membawa handuk. Dan tanpa sadar ia keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat dan pada saat dirinya telah 90 derajat denganku, langsung saja dia kaget dan kemudian berlari kembali ke kamar mandi. Buah dadanya terlihat bergetar hebat pada saat dia berlari.
Kemudian dia bertanya padaku, "Kapan kamu datang, kok tidak ketok pintu dulu", katanya.
"Ah mana mungkin kamu bukain, kan kamu lagi mandi", kataku.
"Iya juga yach",
"Tolong dong ambilin handuk di belakang!" kata Agnes.

Kemudian kuambil handuknya dan kuantar ke kamar mandi, tetapi pada saat dia mau mengambilnya kupegang tangannya. Wah ternyata cewek habis mandi enak sekali tangannya disentuh, halus seperti menyentuh kain yang bernilai ratusan juta rupiah.
"Ah jangan nakal dong", katanya.
"Ah biarin, kan sama kamu ini. Siapa suruh cakep, coba jelek pasti aku mau muntah tuh", kataku dan langsung saja kupaksa tubuhku memasuki kamar mandi.
Dia terlihat sangat kaget, kemudian secara refleks dia mulai menutupi buah dadanya kemudian kupandangi wajahnya, wah merah langsung wajahnya karena malu. Kemudian kupandangi buah dadanya, indah benar dengan puting payudara yang berwarna pink. Lalu kupandangi liang kemaluannya, serba salah dia langsung saja menutupi kemaluannya dengan tangannya, kualihkan lagi pandanganku ke buah dadanya dan dihalanginya pemandanganku dengan tangannya. Demikianlah kubolak-balikkan pandanganku.

Akhirnya aku tidak dapat menahan nafsuku yang memuncak, langsung saja kupeluk ia erat-erat dan mulai kuciumi jenjang lehernya, tanganku memeluk tubuhnya dengan erat. Dia mulai berontak sedikit tapi terus saja kurangsang ia dan mulai kujilati lehernya terus ke telinganya dan sebaliknya. Dan akhirnya ia pun mulai merasakan kenikmatannya sedangkan aku yang sejak tadi memeluknya dengan erat mulai merasakan sentuhan puting susunya, putingku juga mulai kurasakan menyentuh sesuatu yang membangkitkan keperkasaanku.
"Aaah jangan gitu dong, entar keliatan orang.." katanya.
"Aah bodo amat, habis kamu sih nikmat.." kataku.

Kemudian kutatap matanya dan kemudian mulai kucium bibirnya. Kami saling menjilat dan berciuman dengan penuh nafsu. Kuputar-putar lidahku di dalam mulutnya dan saling menjilat lidah lawan. Oh sensasi yang nikmat, tanganku yang tadinya hanya memeluk badannya mulai kualihkan dengan mengelus punggung, kemudian kualihkan memegang buah dadanya. "Oh.. oh.. ah.. ah.. ohh.." erangnya pada saat kugenggam dengan penuh nafsu, kemudian kupilin-pilin puting susunya. "Ahh", desahnya semakin tidak karuan setiap kusentuh putingnya.

Kualihkan ciuman bibir dengan lidah yang terjulur keluar dari lehernya ke arah puting payudaranya. Setelah sampai mulai kugigit pelan, kuhisap dalam-dalam dan kuputar-putar lidahku di puting payudaranya. Sedangkan tanganku yang satunya lagi sedang mempermainkan puting yang lain miliknya. Sehingga semakin membuat ia mengoceh tak karuan. Tak kuhiraukan erangan yang diucapkan karena aku sendiri pun mulai berkonsentrasi menikmati sensasi indah ini. Kemudian tanganku mulai mengelus ke bawah payudaranya terus ke bawah lagi dan sampailah pada lubang kenikmatan dan mulai kugosok-gosok. "Sler.. sler.. sler.." cairannya mulai keluar. Yang makin membuatku penasaran, ingin menikmati obat awet muda sehingga kualihkan jilatanku ke arah lubang kemaluannya. Dan tercium aroma kemaluan wanita yang khas wangi. "Wah ini baru nikmat", kataku.

Kemudian kujilat-jilat dari atas ke bawah dan setelah sampai ke klitorisnya kuhisap-hisap pelan. "Ahh.. ahh.. uuh", erangnya dan ia mulai mengacak-acak rambutku. Wah semakin blingsatan saja dia ini, kemudian kuhisap dalam-dalam klitorisnya dan wah reaksinya sungguh tak karuan ia mulai menjambak rambutku.
"Ah.. ah.. ah.. oohh.. nikmat sekali Richard.." kata Agnes.
"Ohh.. ohh.. iyaa.. sungguh nikmat cairan awet mudamu.." kataku.
Karena barangku sudah tegang tidak karuan. Maka kubimbing ia ke tempat duduk dan kemudian kukangkangkan kakinya dan kupegang rudalku, kugesek-gesek pelan-pelan dari atas ke bawah atas ke bawah dan kemudian kucium bibirnya dengan penuh nafsu.
"Ohh.. ohh.. oohh", kemudian kumasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya.
"Awww.." jeritnya.
Tak kuhiraukan jeritnya karena aku sedang berkonsentrasi menikmati sensasi terindah ini. Kukeluar masukkan anuku pelan-pelan sedikit demi sedikit kemudian kucabut lagi begitu seterusnya.

Sampai akhirnya ia sudah mulai merasakan sensasi seperti yang kurasakan. Barulah kuhujamkan secara pelan tapi pasti secara mendalam.
"Breek.. croot, wah pecah nih perawannya.. Asyik juga nih cewek gua perawanin.." kataku.
"Awww.. ohh.. perih Richard", jeritnya.
Kemudian kuelus lembut rambutnya seperti seorang kakak menyayangi adiknya dan kusentuh puting payudaranya dan kupilin-pilin nikmat. Untuk membuatnya melupakan rasa sakit dan menikmati sentuhan yang telah kuberikan.
"Slepp.. sleep.." bunyi batanganku waktu menggesek liang kemaluannya yang telah penuh cairan. Kupindahkan kakinya yang tadi mengangkang ke atas pundakku. Dan mulai kukocok kembali dengan berirama lebih cepat.
"Ahh.. ahh.. ohh.. ahh", erangku.
"Yes yes Richard I love you make me fly to heaven darling.." katanya.

Mendengar permintaannya itu semangat seks-ku bangkit kembali, langsung saja kupercepat mengayuh perahu birahiku.
"Richard, Richard", jeritnya.
Sementara tangannya mulai berusaha memegang tengkukku, pertanda ia mau keluar nih, langsung saja kutancap lalu kupercepat dan lebih kupercepat.
"Aahh.. aahh", jeritnya dan akhirnya, "Crroott croot croot"
"Oohh yees Richard", jeritnya lirih.
Rupanya Agnes sudah mencapai puncak orgasmenya, sedangkan aku sendiri mulai merasakan ada yang mulai mendesak di batang kemaluanku dan.., "Croot.. croot.. croot"
"Aaahh.." jeritku dan kemudian aku ambruk sambil memeluknya.
Lalu kubisikkan di telinganya, "Terima kasih Agnes atas kenikmatan yang terindah yang telah kau berikan kepadaku semoga kau pun menikmatinya.." kataku.
"Ma kasih juga telah mengenalkanku pada kenikmatan dunia ini sayang", katanya.

Setelah beristirahat sekitar 10 menit akhirnya aku pun bangkit dan melihat ke arah kemaluannya. Ternyata kemaluannya babak belur, darah keperawanannya dan lendir kenikmatan membasahi ujung lorong kemaluannya. Kemudian kubersihkan lubang kenikmatan yang telah kurasakan dengan lidahku. Ternyata rasanya agak anyir dan karena ini perbuatanku, kuanggap ini adalah hukuman bagiku atas kenikmatan yang telah kudapatkan darinya. Ia pun kemudian melarangku membersihkan sampai bersih, kemudian ia mulai ke kamar mandi untuk mandi lagi sedangkan aku membersihkan sisa-sisa perjuangan kami.

Demikianlah cerita ini, kritik, saran, diskusi atau bagi yang ingin kenalan dapat anda layangkan email pada saya.

TAMAT